Kapitalisme yang tidak kunjung pulih dari krisisnya sejak sembilan tahun lalu membuat rezim-rezim di berbagai negara kelabakan untuk menyelamatkan sistem penindasan ini. Dalam situasi demikian lagi-lagi rakyat pekerja yang dipaksa menanggung beban penderitaan. Ini diwujudkan dalam praktik politik austeritas alias pemotongan anggaran publik yang diterapkan berbagai pemerintahan kapitalistis di dunia termasuk rezim Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Salah satunya dengan penaikan harga BBM baru-baru ini. Lima hari yang lalu PT Pertamina memutuskan menaikkan harga BBM umum dengan jenis Pertamax Series, Pertalite, serta Dexlite sebesar Rp 300 per liter dengan dalih menyesuaikan kondisi harga minyak mentah dunia dalam instabilitasnya bergerak naik. Selain itu pemerintah juga merencanakan pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan 990 VA yang diperkirakan jumlahnya sekitar 18,8 juta pelanggan. Ini diperparah dengan kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB dengan tingkat kenaikan rata-rata sebesar 50% hingga 200%. Kenaikan ini bisa mengakibatkan efek domino berupa rentetan kenaikan terhadap harga-harga kebutuhan pokok dan komoditas-komoditas lainnya yang dikonsumsi rakyat banyak di Indonesia.
Hal ini tidak hanya akan menimbulkan inflasi namun juga memperparah ketertindasan dan kesengsaraan yang diderita rakyat Indonesia. Apalagi di sisi lain upah buruh tidak mengalami kenaikan signifikan dibandingkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Terutama setelah diterapkannya PP Pengupahan yang semakin melanggengkan politik upah murah. Sehingga apa yang terjadi sebenarnya adalah penurunan upah riil. Ini diperparah dengan semakin banyaknya kebijakan rezim pemerintah yang justru menindas rakyat. Misalnya semakin banyaknya pemberangusan serikat dan masuknya militer ke tempat-tempat kerja dengan dalih pengamanan objek vital negara. Kemudian perusakan lingkungan dan perampasan tanah terhadap petani dengan dalih pembangunan infrastruktur. Juga penggusuran terhadap kaum miskin kota di berbagai kota, desa, dan daerah. Termasuk penyingkiran kaum pedagang pasar tradisional, pedagang kaki lima, dan toko kelontong demi melayani kepentingan kapitalis mall-mall dan mini market. Demikian pembangunan yang digembar-gemborkan rezim bukanlah pembangunan kerakyatan tapi pembangunan kapitalistis. Pembangunan yang lebih melayani kepentingan pejabat, konglomerat, dan kapitalis global.
Maka ini menunjukkan rezim Jokowi-JK tidak ubahnya rezim-rezim sebelumnya yang diskriminatif dan bias kelas. Kepada para pejabat, konglomerat, dan kapitalis rezim Jokowi-JK berbaik hati memberikan pengampunan pajak. Bahkan Perda-perda yang dianggap tidak ramah investasi diperintahkan Jokowi untuk dicabut. Namun kepada rakyat, rezim Jokowi-JK malah memberikan kenaikan harga barang kebutuhan pokok, politik upah murah, perampasan tanah, pemberangusan demokrasi, dan penggusuran. Padahal sesungguhnya hak untuk hidup layak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijamin dan dipenuhi.
Oleh karena itu kami dari Komite Kamisan Malang Raya menuntut:
- Hentikan kenaikan harga BBM, TDL, air, dan seluruh harga kebutuhan pokok rakyat.
- Terapkan pajak progresif terhadap para pejabat dan konglomerat di Indonesia.
- Hapuskan pengampunan pajak dan seret seluruh kapitalis pengemplang pajak serta para koruptor ke pengadilan, berikan hukuman setimpal, dan sita seluruh asetnya untuk kebutuhan rakyat.
- Laksanakan reforma agraria sejati sebagai prasyarat terwujudnya kedaulatan pangan dan stabilitas harga kebutuhan pangan rakyat Indonesia
- Nasionalisasi seluruh aset nasional, strategis, dan kekayaan alam yang saat ini dikuasai kapitalis-imperialis serta letakkan di bawah kontrol demokratis rakyat-pekerja.
- Hapuskan segala bentuk perjanjian dan kesepakatan neoliberal serta jeratan hutang Imperialistis
- Hentikan segala bentuk pelanggaran HAM, adili dan hukum para pelakunya, serta tegakkan keadilan bagi para korban dan penyintasnya.
Comment here