Aksi

Aksi Kamisan ke17 Malang Raya Gelar Refleksi Perjuangan HAM 2016

kamisan-17Kamis sore (29/12/2016) tiga belas pemuda berdemonstrasi di depan Balai Kota Malang dan menggelar refleksi perjuangan HAM 2016. Massa yang mengatasnamakan Komite Aksi Kamisan Malang Raya menyoroti pelanggaran HAM yang tidak dituntaskan dan malah semakin meluas di bawah rezim Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Atha Narsa, orator aksi, mengemukakan, “Dua tahun bukan waktu singkat untuk menuntaskan kasus HAM. Mulai dari kasus 65, Semanggi I dan II, Trisakti, tapi hari ini hal itu masih jauh dari pelaksanaan.”

Sebagaimana keterangan rilis persnya, massa aksi Kamisan menyatakan, “Meskipun Joko Widodo dalam Nawacita mengumbar janji, “Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial-politik bagi bangsa Indonesia, seperti Kerusuhan mei, Trisakti, Semanggi I-II, Penghilangan Paksa, Talangsari Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965.” Namun bukan hanya janji itu tidak terbukti kini, rezim Jokowi-JK justru malah bersekutu dengan aktor-aktor Orde Baru, para pelanggar HAM, dan terduga pelanggaran HAM. A.M. Hendropriyono, terduga pelanggar HAM dalam kasus Pembantaian Talangsari sekaligus terduga otak pembunuhan Munir, malah sempat dijadikan Ketua Tim Transisi. Ryamizard Ryacudu, yang menjalankan kebijakan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dengan sarat pelanggaran HAM dan pengerahan tank-tank dan pasukan militer seputar penggulingan almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur, diangkat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Wiranto, pendukung Orba serta terkait Penembakan Trisakti I-II, malah dilantik jadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam).”

“Selain itu kasus pembunuhan Munir juga merupakan isu perjuangan HAM yang perlu terus didorong untuk dituntaskan. Selama 12 tahun lebih kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib tidak kunjung dituntaskan dan keadilan belum ditegakkan. Pemerintah Jokowi-JK dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhono saling lempar tanggung jawab mengenai dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Bahkan di masa rezim Jokowi-JK, lah, Pollycarpus, eksekutor lapangan justru dibebaskan dari penjara. Pembunuhan terhadap Munir ini bukan saja penting untuk diusut, diungkap, pelakunya diseret, diadili, dan dihukum demi kepentingan korban serta keluarganya, melainkan juga penting karena pembunuhan terhadap Munir diduga diorganisir oleh negara dan militerisme secara terstruktur dan sistematis terhadap aktivis pembela HAM. Kasus Munir ini juga bukti mencolok betapa impunitas yang dinikmati para pelanggar HAM masih kuat berlaku. Selama kasus Munir belum dituntaskan maka selama itulah HAM dan demokrasi di Indonesia tak akan benar-benar terpenuhi dan terlindungi. Sebaliknya para penindas bisa semakin jumawa, merajalela, dan leluasa mengulangi taktik, modus, dan praktik pelanggaran HAM sebagaimana dipraktikkan di masa lalu, karena merasa bisa lolos dari jeratan hukum.”

Melanjutkan Atha, Aris Ramadhan berorasi, “…Negara tetap melakukan berbagai pelanggaran HAM di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan negara bersama preman melakukan berbagai pemberangusan demokrasi. Termasuk pembubaran berbagai bedah film dan diskusi. Contohnya pembubaran diskusi tentang Marxisme dan 65 yang diadakan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia.red) Malang dibubarkan aparat bersama oknum-oknum ormas keagamaan yang tidak bertanggungjawab. Selain itu negara juga masih bersikap represif terhadap petani,” kecamnya.

Massa aksi kamisan menuding praktik represi negara terhadap petani dan buruh demikian dilangsungkan demi melayani kepentingan kapitalis. Sebagaimana terang rilis persnya, “Salim Kancil, tani miskin, diculik, disiksa, dan dibunuh dengan brutal nan keji, karena ia dan kawan-kawannya berjuang membela alam dan lingkungan hidup yang terancam tambang-tambang pasir destruktif. Kemudian kaum tani Sukamulya yang mempertahankan tanah pertanian garapannya diserbu pada Kamis (17/11/2016) oleh 1.500 aparat gabungan militer, kepolisian, dan satpol PP demi kepentingan pembangunan infrastruktur yang melayani kepentingan para pemodal. Kemudian dalam kesempatan lainnya,  ribuan aparat militer, kepolisian, dan Pamswakarsa menyerbu ke Desa Mekarjaya, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menjalankan perampasan lahan demi kepentingan kapitalistis PT Perkebunan Nusantara. Serta masih banyak lagi ratusan konflik agraria berupa perampasan tanah, penggusuran ruang hidup, dan perusakan lingkungan kaum tani akibat ekspansi kapitalistis korporat-korporat agraria.”

Komite Aksi Kamisan Malang Raya kemudian menuntut:

  1. Kalankan secara murni dan konsekuen mandat konstitusionalisme HAM, baik Hak Sosial Politik maupun Hak Ekosob. Terutama yang mendesak untuk dilakukan pemerintah adalah menjalankan kewajiban pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM sebagaimana amanah Pancasila dan UUD 45.
  2. Usut dan tuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM, tangkap dan adili para pelaku, serta berikan hukuman setimpal dan tegakkan keadilan lalu pulihkan hak-hak bagi para korban dan penyintasnya.
  3. Berikan pemenuhan dan perlindungan atas demokrasi dan HAM. Termasuk kebebasan pers, kebebasan berkumpul, berpendapat, berideologi, berorganisasi, beragama, berkeyakinan, dan beribadah bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Moratorium segera izin-izin penguasaan tanah berskala besar oleh korporasi (HGU, HPH, IUP, KK, HTI) yan banyak menciptakan konflik dan Proletarianisasi.
  5. Laksanakan 9 juta Ha redistribusi tanah dan reforma agraria sejati untuk petani penggarap bukan korporasi.
  6. Segera buka hasil TPF Munir kepada publik sebagai bentuk pertanggungjawaban negara.
  7. Hentikan kekerasan dalam dunia pendidikan.
  8. Hentikan kekerasan seksual dan diskriminasi serta seksisme terhadap perempuan.
  9. Tolak militerisme dan tegakkan reformasi TNI.
  10. Larang pelanggar HAM dicalonkan sebagai Pahlawan Nasional. Pelanggar HAM adalah penindas. Bukan pahlawan.
  11. Hapuskan peraturan dan kebijakan yang sarat kepentingan kapitalisme yang merupakan biang pelanggaran HAM rakyat.
  12. Hapuskan segala bentuk pemberangusan demokrasi, pelanggaran HAM, impunitas, diskriminasi, intimidasi, dan represi terhadap rakyat yang memperjuangkan hak asasinya. (lk)

Loading

Comment here