Krisis kapitalisme, perpecahan dan perselisihan di antara kubu borjuasi, serta jatuh bangun perlawanan rakyat juga tercermin dalam situasi nasional selama setahun ini. Krisis kapitalisme global direspon rezim Jokowi-JK sejak akhir tahun 2015 dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi.[1]Hingga November 2016, terhitung sudah terdapat 14 Paket Kebijakan Ekonomi dikeluarkan. Namun paket kebijakan tersebut tidak banyak merubah kondisi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode Juli – September mencapai 5,02 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Tapi angka ini masih di bawah pertumbuhan pada kuartal sebelumnya, yaitu 5,19 persen. Pertumbuhan ekonomi makin melambat. Data-data resmi yang dirilis, meredupkan harapan Indonesia dalam mencapai target pertumbuhan 5,1 persen yang dicanangkan pemerintah untuk tahun 2016.[2]
Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2016 dan kemudian APBN-P 2016 juga menunjukkan kondisi ekonomi yang terus menurun. Awalnya jumlah besaran anggaran belanja APBN 2016 adalah Rp 2.095,72 triliun. Sedangkan anggaran pendapatan direncanakan sebesar Rp 1.822,54 triliun dengan rencana defisit sebanyak 13,1% atau sebesar Rp 273,178 triliun. Tumpuan utama pendapatan Negara adalah dari pajak, pun demikian APBN-P 2016 merevisi penerimaan pajak tersebut. Penerimaan pajak pada APBN-2016 diperkirakan sebesar Rp 1.539,2 T, turun Rp 7,5 T dari APBN 2016. Penerimaan Negara Bukan Pajak juga diturunkan dalam perkiraan APBN-P 2016 sebesar Rp 28,8 T.[3]Walau sudah diturunkan dalam APBN-P namun ternyata realisasi pajak tahun berjalan Januari-Oktober 2016 baru mencapai Rp 870,95 triliun.[4]
Demi mengatasi defisit tersebut maka salah satu langkah yang diambil oleh Rezim Jokowi-JK adalah dengan menambah hutang. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan, total utang pemerintah pusat sampai dengan posisi Agustus 2016 telah menembus Rp 3.438,29 T. Ini mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp 78,47 T dalam waktu sebulan dari posisi Juli sebesar Rp 3.359,82 T.[5]
Selain itu Rezim Jokowi-JK berupaya menarik sekitar 11 ribu triliun rupiah dana milik kelas borjuis Indonesia yang disimpan di luar negeri. Caranya dengan memberikan tax amnesty, yang pada dasarnya adalah mengampuni kelas borjuis pengemplang pajak. Pun demikian pada periode pertama tax amnesty, baru Rp 137 T yang bisa dibawa kembali ke Indonesia. Sementara uang tebusan baru Rp 97,2 T atau sekitar 50 persen dari target Rp 165 T hingga 31 Maret 2017.[6]
APBN-P 2016 juga menggambarkan keberpihakan kepada kelas borjuis ketimbang kelas buruh dan rakyat. Prioritas dari Rezim Jokowi-JK adalah kepentingan pembangunan infrastruktur pemilik modal dan perlindungan baginya. Berturut-turut kementerian yang mendapatkan anggaran terbesar adalah: kementerian pertahanan, kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, kepolisian serta kementerian agama. Masing-masing berturut-turut bernilai sebesar: Rp 108,7 T; Rp 97,1 T, 79,3 T serta untuk kementerian agama sebesar Rp 56,2 T. Disisi lain anggaran untuk pendidikan dan kesehatan berturut-turut hanya Rp 43,6 T dan Rp 62,7 T.[7]
Pos pengeluaran dalam APBN yang tidak pernah diutak atik oleh Rezim manapun pasca reformasi adalah pengeluaran untuk membayar hutang. Pada tahun 2016 sekitar Rp 180 T dihabiskan untuk membayar bunga hutang. Bahkan sekarang sudah berada pada posisi meminta hutang baru untuk membayar bunga hutang. Padahal kita bisa saja menuntut penghapusan hutang. Karena setidaknya sepertiga hutang yang diberikan oleh Bank Dunia tidak pernah digunakan oleh rakyat Indonesia. Namun dikorupsi oleh Soeharto dan kroni-kroninya. Sementara sekarang rakyat yang menanggung beban hutang tersebut.[8]
Subsidi untuk kebutuhan rakyat terus dicabut bahkan dihapuskan. Total besaran subsidi di APBN 2016 hanyalah Rp 182,6 triliun dimana Rp 102,1 triliun untuk subsidi energi yang terdiri dari Rp 63,7 triliun untuk subsidi BBM dan gas sebesar ditambah Rp 38,4 triliun subsidi listrik. Kemudian ditambah Rp 30 triliun subsidi pupuk. Itu semua diturunkan dalam APBN-P 2016, subsidi energi menjadi Rp 94,35 T. Subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM yang dikurangi menjadi Rp 43,68 T. Serta subsidi listrik ditambah menjadi Rp 50,66 T. Penambahan subsidi listrik tersebut karena pencabutan subsidi ditunda pada pertengahan dan akhir 2016.[9] Sementara itu iuran BPJS untuk kelas 1 dan 2 dinaikan menjadi 80 ribu dan 51 ribu untuk kelas 2. Harga BBM sendiri semakin diliberalisasi mengikuti harga di pasar internasional.
Maka dari sini muncul pandangan bahwa pembangunan infrastruktur dibutuhkan oleh kelas borjuis untuk memecahkan persoalan krisis dan kebutuhan akan pasar yang terus meluas dan waktu transaksi yang makin singkat. Infrastruktur juga dapat menjadi ladang akumulasi modal itu sendiri. Dengan defisit APBN seperti itu maka sulit membiayai proyek infrastruktur besar-besaran Jokowi yang setidaknya membutuhkan 5 ribu T rupiah hingga tahun 2019.Untuk melancarkan proyek infrastruktur tersebut maka pemerintah menjalankan “sekuritisasi aset”. Pemerintah berdalih itu bukan merupakan privatisasi, melainkan hak pengelolaan arus kas sementara asetnya tetap milik BUMN. Biar bagaimanapun ketika aset-aset jatuh ke tangan pemilik modal maka kepentingannya adalah untuk akumulasi modal bukan memenuhi kebutuhan rakyat. Untuk tahun 2016 ini ada delapan BUMN yang diprivatisasi yaitu: PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) dan PT Kerta Leces. Sementara dua lainnya masih dirahasiakan.[10]
Paket Kebijakan Ekonomi, pembangunan infrastruktur serta kebijakan-kebijakan ekonomi Jokowi-JK tidak memperbaiki kondisi kelas buruh dan rakyat Indonesia. Malah kesengsaraan dan kesenjangan sosial terus membesar. Pada awal tahun 2016, Rodrigo A. Chavez, Indonesia’s Country Director for the World Bank, mengatakan Indeks Rasio Gini (indeks untuk mengukur tingkat kesenjangan sosial) mencapai rekor tertinggi dalam sejarah perekonomian Indonesia.Institute for Development of Economic and Finance (Indef), menyatakan Indeks Rasio Gini Indonesia mencapai 0.41-0.45.[11]Pada akhir tahun, tepatnya November 2016, Credit Suisse mengeluarkan laporan berjudul Global Wealth Report 2016. Laporantersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah negara nomor 4 paling tidak adil di dunia, dibawah Rusia, India dan Thailand. Sekitar 49,3 persen kekayaan nasional Indonesia dikuasai oleh 1 persen orang paling kaya.[12] Indeks Kelaparan Global Indonesia sudah masuk ke kategori serius, terburuk ketiga di Asia Tenggara.[13]
Mendalamnya krisis kapitalisme di Indonesia tentu saja tidak terbatas pada krisis di sektor ekonomi saja. Krisis kapitalisme juga merembet ke krisis politik. Sejak memenangkan kursi kepresidenan, rezim Jokowi-JK hampir tidak pernah menikmati masa tenang dan stabil sama sekali dalam dua tahun lebih masa kekuasaannya. Jokowi memenangkan Pilpres dengan selisih tipis dari suara Prabowo. Persentasenya bahkan lebih rendah daripada persentase kemenangannya dalam Pilkada DKI. Artinya popularitasnya sudah menurun. Awalnya rezim Jokowi-JK, KIH, dan kubu pendukungnya merasa percaya diri dan sesumbar membangun kabinet ramping profesional dan bukan transaksional. Namun pasca Pilpres 2014, mereka langsung berhadapan dengan oposisi kanan borjuis dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang langsung bermanuver dan menguasai parlemen. Kita menyaksikan sempat meletus perseteruan DPR vs DPR tandingan, lengkap dengan atraksi jungkir balikkan meja segala. Perseteruan yang kemudian diselesaikan dengan kompromi para elit politisi borjuasi. Menghadapi kubu Oposisi Kanan Borjuis ini, Jokowi gagal menang lewat cara-cara konfrontasi sehingga terpaksa memakai taktik kompromi dan kooptasi. Satu persatu partai KMP didekati, dirangkul, dikooptasi, diberi konsesi. Lewat jabatan komisaris, menteri, dan lain sebagainya. Hingga KMP tinggal Partai Gerindra dan PKS ditambah PBB yang merupakan partai kecil reinkarnasi gagal dari Partai Masjumi serta Partai Perindo, partainya Harry Tanoe setelah pecah kongsi dari Wiranto dan Partai Hanura.
Sementara itu Partai Demokrat yang sudah babak belur kena skandal korupsi dan memosisikan diri seolah-olah netral di luar KIH dan KMP, merasa harus merangsek balik menyerang Jokowi agar bisa mempertahankan pengaruh politiknya atau bahkan bangkit mengembalikan prestisnya lagi. Kita melihat bagaimana SBY, Partai Demokrat, dan para pendukungnya seperti FPI, mendorong putranya Agus Yudhoyono pensiun dini dari karir militer untuk maju dalam Pilgub DKI. Dengan demikian mengabaikan Ibas, putranya yang lain, yang sudah bertahun-tahun disiapkan sebagai pewaris tahta di Partai Demokrat. Demi memenangkan pasangan Agus-Sylvie, dilancarkanlah kampanye rasis, anti asing-aseng-asong, anti Tionghoa, hingga anti Kafir, untuk menyasar Basuki Tjahaya Purnama. Politik rasis ini bagi mereka bermanfaat pula untuk menyerang rezim Jokowi. Dari sini muncullah secara masif politik rasis dalam Pilgub DKI, mobilisasi anti penistaan agama, serta tarik-menarik seputar kasus dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir antara Jokowi dan SBY setelah terpojok didesak oleh Suciwati dan para pejuang HAM.
Dari sini kita sudah mendapati bahwa ada setidaknya dua kubu Oposisi Kanan Borjuis secara de facto. Satu di KMP pimpinan Prabowo. Lainnya di kubu SBY dan Partai Demokrat. Pengooptasian rezim terhadap banyak elemen dari KMP ternyata tidak berhasil melumpuhkan KMP. Sebab KMP justru mendapat dukungan dari birokrat serikat buruh KSPI serta kaum fundamentalis lewat FPI—yang bermain di dua bahkan tiga kaki sekaligus. Bagi rezim, Oposisi Kanan Borjuis ini masih berbahaya dan bisa terus menggoyang pemerintah. Jelas kondisinya jauh berbeda dibandingkan dua periode masa kekuasaan rezim SBY yang bisa merangkul hampir semua partai borjuasi. Namun meskipun Oposisi Kanan Borjuis ini berbahaya, mereka sudah gagal membentuk Kabinet Bayangan seperti yang ada di Britania dan Australia. Baik KMP maupun kubu SBY tidak bisa melakukannya. Bahkan dalam perkembangan terbaru, Anas Urbaningrum menyerukan semua pendukungnya untuk keluar dari Partai Demokrat dan masuk ke Partai Hanura pimpinan Wiranto.
Meskipun demikian di sisi lainnya rezim Jokowi-JK tidak sesolid yang dikira banyak orang. Kabinet berkali-kali mengalami reshuffle atau dirombak ulang. Penuh pertengkaran antar menteri dan antar faksi serta marak skandal dan kontroversi. Setiap Jokowi berusaha menggandeng rivalnya agar tidak terus merongrongnya ia harus mengorbankan salah satu pendukung dan sekutunya yang kemudian berbalik memusuhinya. Kita tidak hanya menyaksikan kehebohan Simposium 65 dimana Ryamizard membangkang, bergerak sendiri, dan malah mengorganisir menentang Luhut Binsar Panjaitan. Sedangkan Anies Baswedan yang dicopot dari kursi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dan dikorbankan diberikan jabatannya kepada PAN dan Muhammadiyah sebagai imbalan dukungan mereka, akhirnya kemudian balik melawan rezim dengan maju di Pilgub DKI bersama Sandiaga Uno.
Maka dalam situasi rapuh demikian rezim Jokowi-JK semakin rentan di hadapan Oposisi Kanan Borjuis. Mereka tidak bisa menghadapi KMP dan kubu SBY sekaligus. Salah satu kubu Oposisi Kanan Borjuis terpaksa harus dirangkulnya, dan ia memilih merangkul kubu Prabowo. Ini bisa dilihat dari kunjungan Jokowi dan beberapa menteri serta pendukungnya ke Hambalang serta indikasi pembicaraan antara kedua belah pihak tentang dukungan Gerindra untuk pemerintah serta tawaran pemerintah kepada Gerindra untuk masuk kabinet. Kubu Prabowo bersedia mengorbankan beberapa bawahannya yang lebih kecil kekuatannya seperti Ahmad Dani, Rachmawati, Ratna Sarumpaet, dan sebagainya untuk mendapatkan posisi daya tawar lebih tinggi. Ini mirip mengorbankan beberapa bidak catur agar bisa semakin menekan dan memojokkan lawan.
Selain mereka, kubu militeris dengan berbagai faksinya juga bergerak dan bermanuver dengan agenda dan kepentingannya sendiri. Kubu militeris ini sama-sama diinginkan dan coba dirangkul baik oleh rezim penguasa maupun oleh Oposisi Kanan Borjuis. Bahkan sejauh ini dari sekian banyak kubu dan faksi penindas, kaum militerislah yang paling diuntungkan dan menang banyak dalam persaingan dan perseteruan politik ini. Ryamizard Ryacudu, yang menjalankan kebijakan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dengan sarat pelanggaran HAM dan pengerahan tank-tank dan pasukan militer seputar penggulingan almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur, diangkat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Wiranto, pendukung Orba serta terkait Penembakan Trisakti I-II, malah dilantik jadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam). Dengan naiknya Wiranto, kaum fundamentalis sekarang ditekan untuk tunduk di bawah aparat. Wiranto mewajibkan Majelis Ulama Islam (MUI) harus konsultasi dengan pemerintah terlebih dahulu bila mau mengeluarkan suatu fatwa. Bahkan Wiranto menyatakan akan menempatkan ulama dari wakil aparat untuk ikut duduk di MUI. Berikutnya Gatot, Panglima TNI, juga menikmati popularitasnya yang semakin meninggi. Ini paralel dengan meningkatnya militerisasi di hampir seluruh lini kehidupan sipil di Indonesia. Mulai dari ekonomi, politik, perburuhan, pertanian, bahkan sosial, budaya, pendidikan, olahraga, dan agama.
Jadi kita telah menyaksikan karena krisis kapitalisme yang semakin parah membuat krisis politik semakin berlarut-larut. Kita menyaksikan mustahilnya berdiri pemerintahan borjuasi yang stabil. Rezim Jokowi-JK bagaikan rumah yang dibangun di atas pasir dan diterpa angin kencang dari berbagai penjuru. Formasi-formasi politik dibangun, dibongkar, dan dibangun lagi, lengkap dengan berbagai konsesi dan komprominya. Namun tidak bisa meredakan konflik di antara faksi-faksi borjuasi. Demikianlah pertarungan antar faksi borjuasi tidak hanya merupakan pertarungan yang tampak meletus secara terbuka namun juga mewujudkan diri dalam persaingan, manuver, gonta-ganti kubu, kesepakatan, kooptasi, lobi, dan sebagainya.
Meskipun demikian, persaingan, pertentangan, bahkan permusuhan antar kubu borjuasi yang berbeda-beda tersebut tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan permusuhannya terhadap kelas buruh dan rakyat tertindas. Apalagi operasi kapitalisme kaum borjuasi ini meskipun mendorong masifnya pembangunan infrastruktur namun di sisi lain lebih melayani kepentingan akumulasi kapital dan mengakibatkan keterhisapan, kesengsaraan, dan kemiskinan yang semakin meluas terhadap rakyat pekerja.
Hal yang terjadi di seluruh tatanan kapitalisme global demikian terjadi juga di Indonesia. Seperti yang Marx katakan di Kapital: “akumulasi kekayaan pada satu kutub adalah karenanya sekaligus akumulasi kesengsaraan, siksaan kerja, ketidakpedulian, brutalitas, degradasi moral pada kutub yang berlawanan, yaitu pada sisi kelas yang memproduksi produknya sendiri dalam bentuk kapital.”
Maka secara kontras, ditengah kemudahan birokrasi, deregulasi untuk memudahkan bisnis serta tax amnesty bagi para orang kaya,di tengah pembangunan infrastruktur, pusat-pusat perbelanjaan, bandara skala internasional, jalan tol, pusat-pusat wisata baru,tersimpan cerita sengsara kelas buruh dan rakyat Indonesia. Kesengsaraan atas tanahnya yang dirampas secara brutal oleh polisi, tentara dan satpol PP. Upah murah yang dilegalkan melalui PP Pengupahan terus membebani kelas buruh, menjadikan kerja serupa dengan penyiksaan.
Penyempitan demokrasi serta represi merupakan salah satu cara untuk dapat melancarkan kebijakan-kebijakan neoliberal Rezim Jokowi-JK. Komnas HAM pada bulan Agustus 2016 menegaskan bahwa proyek-proyek infrastruktur Jokowi-JK penuh dengan kekerasan dan manipulasi.[14]Praktik kekerasan demikian setidaknya terjadi pada pembangunan bandara internasional di Kulon Progo di Yogyakarta, Majalengka di Jawa Barat, pembangkit listrik di Batang Jawa Tengah, dan revitalisasi waduk Jatigede di Sumedang Jawa Barat. Sejak Jokowi-JK menjabat, minimal tercatat 70 pengaduan dugaan pelanggaran HAM terkait proyek infrastruktur demikian dan ini diperkirakan terus meningkat.
Rezim borjuis terus-menerus meneriakkan hukum dan tata tertib. Namun hukum ini mereka manipulasi demi kepentingan kapitalismenya dan tata tertib ini mereka artikan adalah ketertiban kapitalisme dalam menghisap dan menindas rakyat pekerja. Bahkan demi melancarkan kepentingan penindasannya mereka tidak sungkan melanggar hukum dan merusak tata tertib sekaligus melanggar HAM. Memang hukum kelas borjuis bagi kelas buruh menurut Marx adalah “…sama dengan segala prasangka borjuis, yang di belakangnya bersembunyi segala macam kepentingan-kepentingan borjuis.” Ini juga yang berlaku di rezim borjuis Jokowi-JK di Indonesia.
Rezim Jokowi-JK menggunakan hukuman mati terhadap warga negara asing untuk memperkuat ilusi bahwa seolah-olah Indonesia memiliki kedaulatan.[15]Hukum juga dapat berfungsi untuk membenarkan pemberangusan ruang demokrasi. Tidak lama setelah serangan teror Sarinah serta Operasi di Poso, BIN menuntut kewenangan lebih demikian juga dengan TNI.[16]Demikian juga dengan penerapan Perpu Kebiri, Rezim Jokowi-JK menganggap bahwa kekerasan seksual bisa diselesaikan dengan menerapkan hukuman yang lebih kejam.Budi Waseso, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), berupaya mengembalikan Petrus (Penembak Misterius). Pembunuhan ekstra yudisial atau pembunuhan tanpa pengadilan yang dilakukan oleh rezim kediktatoran militer Orde Baru pimpinan Harto terhadap orang-orang yang dianggap sampah masyarakat. Budi Waseso berdalih akan memulihkan Petrus untuk memberantas peredaran Narkotik dan Obat-obatan Berbahaya (Narkoba). Menurutnya kesepakatan mengembalikan Petrus ini dengan melibatkan TNI.[17]
RUU KUHP juga akan semakin menyempitkan ruang demokrasi. Salah satunya dengan kembali memasukan pasal penghinaan kepala negara. Ditambah dengan kriminalisasi terhadap ideologi Marxisme, Leninisme, dan Komunisme. Bahkan RUU KUHP juga akan mengkriminalkan hubungan seksual antar individu.[18]
Kelas borjuis selalu mengajak penyelesaian segala persoalan melalui jalur hukum. Namun ketika dengan kesempatan kecil rakyat bisa mendapatkan kemenangan dari jalur hukum, maka dengan mudah kelas borjuis dapat memutar balikan hukum untuk kembali melayani kepentingannya. Ini bisa dilihat dari berbagai kasus.
Misalnya kasus perusahaan-perusahaan kapitalis agraria yang merusak lingkungan lewat pembakaran asap. Padahal Universitas Harvard dan Colombia mengeluarkan data yang menyatakan bahwa kabut asap akibat pembakaran hutan mungkin saja telah menyebabkan sekitar 100 ribu kematian prematur di tahun 2015. Namun pada tahun 2016 ini kita melihat para pemilik modal agraria dapat terus melanggeng bebas. Kejahatan mereka ditutupi dengan bantuan aparat kepolisian dan militer. Dengan cara patroli aparat kepolisian dan militer menyasar desa-desa untuk menangkap masyarakat yang hendak membakar ladangnya. Sementara para pemilik modal terus dibebaskan dari jeratan hukum. Padahal pembakaran yang berpengaruh besar dan luas dilakukan oleh korporasi bukan masyarakat. Bahkan beredar luas foto aparat kepolisian, yaitu Kepala Polresta Pekanbaru Komisaris Besar Toni Hermawan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Rifai Sinambela, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Komisaris Besar Surawan, dan para polisi lainnya di jajaran Polda Riau dengan para bos perusahaan sawit PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) dengan sejumlah minuman keras berjejer di mejanya. [19]
Kasus Munir memenangkan gugatan di Komisi Informasi Pusat pada 10 Oktober 2016. Pemerintah diperintahkan untuk mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta. Namun keputusan tersebut tidak digubris oleh Rezim Jokowi-JK. Rejim Jokowi-JK justru saling lempar tanggung jawab mengenai dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhono. Hal yang sama terjadi dalam kasus Rembang, para petani memenangkan gugatan untuk mencabut ijin lingkungan bagi PT Semen Indonesia di MA. Namun Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menerbitkan ijin lingkungan yang baru.[20]
Sementara UU ITE terus digunakan untuk memberangus kebebasan mengeluarkan pendapat. Menurut data dari SafeNet dalam tahun 2016 hingga 15 Desember 2016 ini setidaknya terdapat 79 kasus terkait UU ITE.[21] Di tahun 2016 ini kita juga melihat represi terus menerus terhadap perjuangan rakyat Papua. Dalam satu hari, pada 2 Mei 2016 terdapat dua ribu rakyat Papua yang ditangkap pasca demonstrasi. Sepanjang tahun 2016 terdapat sekitar 8 ribu rakyat Papua ditangkap, dianiaya serta ditahan dan diproses hukum karena mengeluarkan pandangan politiknya secara damai. Mereka ditangkap di kota-kota seperti Jayapura, Wamena, Merauke, Timika, Nabire, Serui, Biak, Manokwari, Sorong dan Fakfak. Di luar Papua mereka ditangkap di kota-kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Makassar dan Manado. Sementara polisi dan tentara di Papua terus dapat melakukan penganiayaan serta pembunuhan tanpa mendapatkan ganjaran. Walau Jokowi berjanjia ada kebebasan pers di Papua namun faktanya hingga kini jurnalis asing tidak dapat masuk ke Papua. Kasus pelanggaran HAM lama dan baru seperti penembakan Paniai hingga kini juga tidak menemui titik terang.[22]
Pada tahun 2016 terdapat setidaknya 35 kasus pelanggaran hak berkumpul dan berekspresi. Sementara laporan pemberangusan serikat buruh mencapai 41 kasus hanya di Jakarta dan sekitarnya saja.[23] Di tahun ini juga kita masih melihat berbagai pemberangusan ruang demokrasi di dalam kampus. Agenda-agenda seperti diskusi atau terbitan pers mahasiswa yang bertemakan Malapetaka 1965 dan LGBT merupakan yang paling banyak menjadi sasaran. Demikian juga pers mahasiswa yang memuat berita kritis terhadap birokrat kampus terancam untuk dibredel.
Militerisme justru semakin menguat di masa Jokowi-JK ini. Tahun-tahun sebelumnya TNI menandatangi sejumlah perjanjian dengan beberapa kementerian dan perusahaan negara dengan berdalih misalnya menyediakan keamanan di bandar-bandar udara, stasiun bus dan kereta api, serta membantu petani meningkatkan hasil panen. Terdapat kurang lebih 31 MoU dengan alasan melakukan operasi militer selain perang (OMSP). Salah satu contoh MoU tersebut antara TNI dengan perusahaan yang ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional, misalnya MoU antara TNI dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero). MoU itu akan memberikan legitimasi bagi TNI untuk masuk dalam persoalan perburuhan untuk melindung kapitalis. Tahun-tahun sebelumnya kita juga mendengar seruan-seruan dari elit politik agar militer dilibatkan dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tahun ini kampanye kebijakan Bela Negara gencar dilakukan oleh Menhan, Ryamizard Ryacudu. Selain itu militer juga masuk ke berbagai kampus, antara lain melalui Kuliah Kebangsaan oleh Panglima TNI, Gatot Nurmatyo saat kegiatan mahasiswa baru (Kamaba) Universitas Indonesia. Setelahnya adalah Seminar Nasional di Universitas Kristen Indonesia. Kemudian di Univ. Trisakti yang dihadiri oleh 80 Presiden mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari seluruh Indonesia menjadi wadah upaya hegemoni. Pada penghujung tahun, BEM KM UGM merencanakan kuliah kebangsaan yang akan mengundang Panglima TNI namun karena tekanan berbagai pihak, acara tersebut dibatalkan.[24] Demikian juga dua Komando Daerah Militer (Kodam) baru akan dibentuk. Kodam tersebut merupakan pemekaran dari dua Kodam yang sudah ada. Kodam XIII/Merdeka adalah pemekaran dari Kodam VII/Wirabuana (Makassar), sementara Kodam XVIII/Kasuari adalah pemekaran dari Kodam XVII/Cenderawasih (Jayapura).Kodam XIII/Merdeka akan bermarkas di Manado, kelak membawahi tiga Korem (Korem Manado, Korem Palu dan Korem Gorontalo). Adapun wilayah kontrol Kodam XVIII/Kasuari (markas Manokwari) setara dengan Provinsi Papua Barat, dengan membawahi Korem Sorong dan Korem Biak.
sambungan dari: Satu Tahun Yang Kita Lalui dan Partai Revolusioner Yang Kita Butuhkan
bersambung ke: Satu Tahun Yang Kita Lalui dan Partai Revolusioner Yang Kita Butuhkan (Bagian III)
Ditulis oleh Dipo Negoro, Dipta Abimana dan Leon Kastayudha, kader KPO PRP
tulisan ini merupakan versi panjang dan diperlengkap dari tulisan yang berjudul sama dan dimuat di Arah Juang versi cetak Edisi 13, III-IV Desember 2016, I-II Januari 2017
[1] http://presidenri.go.id/ulasan/perekonomian/paket-kebijakan-ekonomi-i-respon-cepat-mengantisipasi-krisis.html
[2]http://www.dw.com/id/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-melambat-di-kuartal-iii/a-36290396 Di Akses pada tanggal : 10 Desember 2016
[3]http://www.kemenkeu.go.id/APBNP2016
[4] http://bisnis.liputan6.com/read/2645617/realisasi-penerimaan-pajak-oktober-2016-capai-6427-persen
[5] http://bisnis.liputan6.com/read/2607840/utang-pemerintah-ri-naik-jadi-rp-3438-triliun
[6]http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3310989/akhir-periode-i-tax-amnesty-repatriasi-rp-137-t-uang-tebusan-rp-972-t, http://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3265984/jokowi-ada-rp-11000-triliun-dana-wni-yang-disimpan-di-luar-negeri
[7]www.thejakartapost.com/news/2016/10/28/new-budget-expected-drive-economic-activity.html
[8]http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3277751/pemerintah-ri-berutang-untuk-bayar-bunga-utang-ini-bahayanya, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/10/26/200829626/tahun.2017.rp.221.triliun.untuk.bayar.bunga.utang, http://prdeuro.home.xs4all.nl/LIBERATE/Nomor9/utama-iv.htm
[9]http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160628140008-78-141530/anggaran-belanja-dipangkas-dan-subsidi-dikurangi-di-apbnp/, http://katadata.co.id/berita/2016/06/13/pencabutan-subsidi-tertunda-anggaran-listrik-bengkak-rp-188-triliun
[10]http://bisnis.liputan6.com/read/2566200/indonesia-masih-butuh-rp-4000-triliun-untuk-infrastruktur, http://katadata.co.id/berita/2016/11/09/jokowi-minta-bumn-sekuritisasi-aset-untuk-biayai-proyek-infrastruktur, http://www.antaranews.com/berita/530192/delapan-bumn-masuk-daftar-privatisasi-2016
[11]http://www.kompasiana.com/calvincapnary/lampu-kuning-rasio-gini-indonesia_56ea5c021eafbd9a0d5833f8 Di Akses pada tanggal 11 Desember 2016
[12]http://jakarta.coconuts.co/2016/11/29/indonesia-among-worlds-most-unequal-countries-richest-1-owns-493-nations-wealth-study
[13]http://demosmagz.com/indeks-kelaparan-indonesia-masuk-dalam-kategori-serius/
[14]http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160830204212-20-154977/komnas-ham-proyek-infrastruktur-penuh-kekerasan/
[15]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150224_jusufkalla_brasil_eksekusi
[16]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160721_indonesia_ruuteroris_tni
[17]https://news.detik.com/berita/3217656/jokowi-perppu-kebiri-dan-hukuman-mati-akan-timbulkan-efek-jera-bagi-pelaku, http://nasional.kompas.com/read/2016/03/28/20184361/Buwas.Nilai.TNI.Perlu.Dilibatkan.Atasi.Narkoba.dan.Bekerja.seperti.Petrus.
[18]https://m.tempo.co/read/news/2016/10/05/078809923/todung-mulya-nilai-pasal-komunisme-di-ruu-kuhp-tidak-relevan, https://elshinta.com/news/77140/2016/09/02/pasal-zina-kuhp-diperluas-bisa-terjadi-kriminalisasi
[19]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160919_indonesia_kematian_asap, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160908182426-12-157115/lima-polisi-yang-bertemu-bos-sawit-riau-sudah-diperiksa/, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160908170850-20-157096/negara-gagal-jamin-hak-korban-kebakaran-hutan-selama-18-tahun/, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160824161944-12-153593/aparat-dinilai-tak-berani-jerat-korporasi-pembakar-hutan/
[20]https://m.tempo.co/read/news/2016/10/10/063811129/kip-perintahkan-hasil-tim-pencari-fakta-kasus-munir-dibuka
[21]http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/19/05382801/safenet.pelaporan.pospera.terhadap.aktivis.forbali.membungkam.demokrasi, http://id.safenetvoice.org/daftarkasus/
[22]http://www.menaranews.com/bpp-knpb-jumlah-aktivis-knpb-yang-ditangkap-mencapai-2-024-orang/ Di akses 16 Desember 2016, http://www.satuharapan.com/read-detail/read/8000-orang-papua-ditangkap-karena-berbeda-pandangan-politik
[23]https://www.koranperdjoeangan.com/lbh-jakarta-sebut-tahun-2016-banyak-laporan-union-busting/, http://id.safenetvoice.org/pelanggaranekspresi/
[24]http://news.detik.com/berita/3265677/panglima-tni-ingatkan-tren-perang-masa-depan-di-depan-mahasiswa-baru-ui, http://news.detik.com/berita/d-3347936/beri-kuliah-umum-di-uki-panglima-tni-jaga-bhinneka-tunggal-ika, http://www.voaindonesia.com/a/militer-indonesia-perlahan-kembali-ke-ranah-sipil/2841153.html, http://www.bantuanhukum.or.id/web/mou-tni-dengan-beberapa-instansi-salah-dan-melewati-batas/, http://news.okezone.com/read/2016/11/11/65/1538996/80-ketua-bem-se-indonesia-ikuti-kuliah-umum-oleh-panglima-tni
Comment here