Ratusan pedagang pasar Merjosari kembali turun ke jalan berdemonstrasi di depan Balai Kota Malang pada Rabu (29/12/2016). Sebagaimana dipaparkan dalam rilis pers massa aksi, mereka menyatakan, “…masih berlangsungnya tindakan sewenang-wenang Pemkot Malang terhadap Pedagang Pasar Merjosari dengan terus memaksa mereka agar segera pindah ke Pasar Terpadu Dinoyo yang notabene masih banyak mengandung permasalahan. Tindakan Pemkot Malang yang cenderung intimidatif terhadap Pedagang Pasar Merjosari tersebut adalah Pencabutan Keputusan Walikota Malang No. 188.45/2014/35-73.112/203 tentang Penetapan Tempat Penampungan Sementara Pasar Dinoyo di Kelurahan Merjosari sebagai Pasar Tradisional Merjosari. Atas pencabutan keputusan tersebut maka Pasar Merjosari menjadi kehilangan status hukumnya sebagai pasar yang legal. Hal inilah yang akhirnya membuat Pedagang Pasar Merjosari tergerak untuk melakukan aksi di depan Balaikota Malang tanggal 11 November 2016 lalu.”
“Pada kesempatan tersebut Walikota Malang secara langsung menemui massa aksi dan menyampaikan bahwa akan segara membahas tuntutan pedagang Pasar Merjosari bersama DPRD Kota Malang. Merasa kurang yakin dengan pernyataan Walikota tersebut, pedagang bergerak menuju gedung DPRD Kota Malang untuk meminta kejelasan. Pada kesempatan tersebut Ketua Komisi C menyatakan bahwa Pasar Terpadu Dinoyo belum layak untuk ditempati sebab belum memiliki Sertifikat Layak Fungsi (SLF) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Lalu Lintas (AMDAL-LALIN).”
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa “Namun pasca aksi yang dilakukan oleh Aliansi Pedagang Pasar Merjosari beserta beberapa elemen mahasiswa tersebut, pihak Pemkot Malang tetap kembali melakukan intimidasi kepada para pedagang…melakukan pencabutan retribusi sampah sehingga sampah di Pasar Merjosari semakin menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap baik di lingkungan pasar maupun perumahan warga sekitar.” Orator aksi kemudian menyatakan, “Kemarin malam kita sepakat kalau seandainya sampah tetap tidak diangkut maka di demo hari ini akan kita bawa ke Balai Kota. Namun ternyata pagi tadi akhirnya sudah diangkut,” ungkapnya.
Keterangan rilis pers melanjutkan, “Selain itu juga tersiar kabar bahwa akan dilakukan pemutusan sambungan listrik dan air ke Pasar Merjosari. Tindakan-tindakan tersebut merupakan rangkaian intimidasi Pemkot Malang yang dimaksudkan agar para pedagang pasar segera menempati Pasar Terpadu Dinoyo paling lambat pada tangal 30 Desember 2016 mendatang.” Padahal kualitas dan fasilitas yang disediakan di Pasar Terpadu Dinoyo tidak sesuai kesepakatan bahkan jauh di bawah yang dijanjikan. Salah satu anggota massa aksi berinisial H menjelaskan kepada koran Arah Juang, “Dinding pembatasnya terbuat dari batu bata ringan yang rapuh. Meja dagangannya tipis dan ringkih sehingga akan ambrol bila dibuat menaruh banyak dagangan pasar…”
Aliansi Pedagang Pasar Merjosari menyatakan menuntut kepada Pemerintah Kota Malang dan Dinas Pasar Kota Malang untuk: Pertama, menghentikan segala bentuk intimidasi yang dilakukan kepada pedagang Pasar Merjosari. Kedua, segera menetapkan status hukum Pasar Merjosari. “Masyarakat, termasuk kami—para pedagang pasar ini—membayar pajak untuk gaji anda semua…kami, rakyatlah, yang seharusnya menjadi juragan bagi pemerintah. Bukan para investor…pasar Merjosari minta ditetapkan sebagai Pasar Tradisional,” tuntut orator dari Sedulur Petruk. Ia melanjutkan, “Siapapun yang mengkhianati rakyat pasti kena penyakit. Doa kaum tertindas adalah doa yang didengar Tuhan. Setiap hari rakyat sebelum tidur, berdoa, beristighosah…kalau omongan dan perbuatan pemerintah tidak sama, maka jangan salahkan kami kalau kami melawan. Barisan rakyat Malang akan semakin panjang dan besar untuk melawan,” kecamnya memperingatkan.
“Bahkan kalau kami tidak didengar dan tuntutan tidak dipenuhi, kami akan sampaikan ke masyarakat Malang secara luas: Jangan pernah pilih pemimpin yang penuh kebohongan. Jangan pilih politisi busuk di Malang,” serunya.
Massa aksi juga menyampaikan pandangannya bahwasanya kengototan Pemkot Malang untuk segera memindahkan pedagang pasar dari Merjosari ke Pasar Terpadu Dinoyo meskipun pengusaha banyak melanggar kesepakatan dan tidak memenuhi janji-janjinya, sebenarnya karena ingin menggunakan lahan yang ditempati para pedagang pasar di Merjosari ini untuk membangun Rusunawa. “Kami bukan bebek-bebek yang mau dibodohi begitu saja. Pasar Merjosari mau digusur demi kepentingan pemodal untuk bangun Rusunawa yang tidak lebih dari bisnis kos-kosan,” ungkap orator aksi. Ia melanjutkan, “Kita harus benar-benar anti kapitalisme. Karena kapitalisme pasti menyengsarakan rakyat. Kapitalisme hanya menjadikan rakyat sebagai objek perahannya,” kecamnya. “Jangan mau kita diperalat CGA (perusahaan pengembang.red). Karena CGA ini penjajah. Tetapkan Pasar Merjosari jadi pasar rakyat. Bukan pasar punya CGA,” serunya.
Massa aksi berdemonstrasi sejak jam 8.30 dan tidak kunjung ditemui Kepala Daerah. Alawi, perwakilan dari mahasiswa berorasi, “…ini negeri demokratis, suara rakyat harus didengar…mahasiswa bersama rakyat dan pedagang pasar Merjosari siap berjuang bersama sampai menang.” Merasa kesal akhirnya massa aksi kemudian membakar kaos kampanye Anton sebagai perlambang kemarahan mereka. Orator kemudian menyatakan, “Inilah bentuk aksi bela Islam yang sesungguhnya. Bentuk pembelaan saat rakyat ditindas tidak peduli apa agamanya kita bergerak bersama melawannya. Islam mengajarkan keadilan,” serunya.
Akhirnya jam 10.45 massa aksi kemudian menerobos dan melompati pagar Balai Kota. Aparat keamanan yang terdiri dari gabungan kepolisian dan Satpol PP akhirnya membuka gerbang dan membolehkan seluruh massa aksi masuk ke halaman gedung pemerintahan Kota Malang. Pedagang pasar, buruh pasar, sopir ojek, sopir bentor (becak bermotor), bersama mahasiswa tumpah ruah memenuhi halaman Balai Kota. Mereka kemudian berhasil memaksa Sutiaji, Wakil Walikota Malang keluar menemui massa. Ia menyatakan Mochammad Anton, Walikota Malang tidak bisa menemui massa karena hari ini sedang ke Jakarta. Selanjutnya ke hadapan massa aksi ia membantah bahwasanya Pemkot mengintimidasi pedagang pasar. Menjawab salah satu demonstran yang menyatakan adanya penempelan selebaran dari dinas yang dinaungi di bawah Pemkot serta intimidasi dari beberapa orang, ia menyatakan, “Kalau ada orang yang melakukan tindakan melawan hukum silakan laporkan kepada yang berwenang.” Sutiaji kemudian berjanji memproses legalitas Pasar Merjosari sembari menyatakan tidak akan ada penggusuran pada tanggal 30 Desember dan kalau ada ia bersedia disuruh mundur dari jabatannya. (lk)
Comment here