Aksi

HTN 2016: KOPRA Menyerukan Persatuan Rakyat untuk Reforma Agraria Sejati

htn-kopraSabtu (24/09/2016), sekitar 70an orang yang tergabung dalam aliansi Komite Perjuangan Agraria (KOPRA) turun ke jalan memperingati Hari Tani Nasional. KOPRA menyerukan kebutuhan memperkuat persatuan rakyat untuk melawan perampasan tanah di Yogyakarta dengan legitimasi UU Keistimewaan. Serta menuntut dilaksanakannya Reforma Agraria Sejati. Dalam pernyataan sikapnya, KOPRA menyatakan bahwa 56 persen aset berupa properti, tanah dan perkebunan dimonopoli oleh 0,2 persen orang kaya di Indonesia. Monopoli tanah tersebut mengakibatkan konflik agraria semakin meningkat antara kaum tani melawan para pemilik modal. Secara khusus di Yogyakarta konflik agraria dipicu oleh masuknya modal besar (pembangunan bandara, tambang pasir besi, infrastruktur jalan, objek wisata, pembangunan hotel, dsb). Modal tersebut berkolaborasi dengan elit Kraton dan Pakualaman. Dengan legitimasi Undang-undang Keistimewaan (UUK), tanah-tanah rakyat dirampas dan diklaim sebagai tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground (SG/ PAG). Pada bulan Oktober besok Pemerintah Daerah Yogyakarta berencana melakukan proses eksekusi lahan di beberapa titik. Untuk mempermudah proses eksekusi tersebut maka tentara digunakan, seperti yang terjadi di Kulonprogo beberapa bulan lalu.

Kondisi tersebut berjalan bersamaan dengan penyempitan ruang demokrasi di Yogyakarta. Penyempitan ruang demokrasi tersebut terjadi baik di dalam kampus maupun terhadap kelompok-kelompok minoritas.

KOPRA juga menyoroti persoalan dari dalam gerakan itu sendiri. Seperti kecenderungan untuk berkolaborasi dengan elit borjuasi, sektarianisme atau sektoralisme gerakan, tidak lagi meyakini metode aksi massa serta tidak demokratis. Dengan begitu maka menjadi penting bagi KOPRA untuk menjahit persatuan dari desa ke desa, dari desa ke kota, dari kampus ke kampus, dari kampus ke desa untuk membangkitkan perlawanan rakyat. Dan semua itu dilakukan dengan menyingkirkan sektarianisme atau sektoralisme dan tanpa larangan berpropaganda.

Terdapat 29 point tuntutan KOPRA antara lain: cabut semua produk hukum yang bertentangan dengan UU Pokok Agraria; hentikan monopoli tanah rakyat dan tolak Sultan Ground-Pakualaman Ground; cabut HGU dan adili perusahaan pembakar lahan; wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, ekologis dan bervisi kerakyatan; hentikan alih fungsi lahan; cabut perda gepeng no 1 tahun 2014; hentikan monopoli satuan alat produksi pertanian; perlindungan untuk buruh migran; kembalikan militer ke barak dan tarik militer dari Papua; bubarkan komando teritorial; berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.

Sepanjang aksi, hujan tidak henti mengguyur di sepanjang Jalan Malioboro. Pun begitu massa aksi tetap melakukan aksi massa yang dimulai di Parkir ABA hingga Titik Nol KM. Aksi massa juga diisi oleh pembacaan puisi dari Rakyat Sastra (Rasta). Puisi yang memberikan peringatan pada para penguasa bahwa penindasan akan menghasilkan perlawanan.

Sementara itu berbagai organisasi seperti PMD, Kaukus Perda Gepeng, FMN, dsb menegaskan bahwa kita harus membangun persatuan dengan syarat-syarat murni dari gerakan rakyat. Bahwa kita tidak bisa percaya pada elit-elit borjuis saat ini. Lingkar Studi Sosialis menyatakan bahwa saat ini terdapat ketimpangan yang sangat besar. Kita menyaksikan gedung-gedung megah namun disisi lain terdapat pengemis yang dirazia, pekerja yang ditindas, dsb. Itu adalah akibat kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang. Penggusuran dan perampasan tanah mengakibatkan kemiskinan, mengakibatkan pengangguran, mengakibatkan pemuda desa yang harus menggelandang ke kota. Sementara pendidikan yang mahal. Borjuasi menyebutnya sebagai sampah dan penyakit masyarakat. Padahal itu adalah akibat dari sistem yang mereka bangun dan pertahankan. Sementara KPO PRP menyebutkan kebutuhan menyelesaikan persoalan rakyat secara mendasar dengan menghancurkan kapitalisme serta membangun sosialisme. Termasuk kebutuhan akan sebuah partai revolusioner untuk memimpin perjuangan menghancurkan kapitalisme.

Aksi sendiri diakhiri sekitar pukul 4 sore. Sementara KOPRA akan melakukan konsolidasi kembali untuk membangun persatuan rakyat tertindas serta membangun solidaritas terkait dengan kemungkinan penggusuran yang akan dilakukan pada bulan Oktober oleh Pemerintah Daerah Yogyakarta. (imk)

Loading

Comment here