Diskusi

Bedah Buku Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme oleh Lingkar Studi Kerakyatan

14273459_10153976395000753_1046732495_oSabtu (10/9/16), Lingkar Studi Kerakyatan (LSK) melaksanakan agenda bedah buku “Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme”. Agenda tersebut dihadiri oleh puluhan mahasisiwa dari berbagai kampus dan universitas. Turut pula hadir beberapa organisasi seperti Konsentrasi Mahasiswa Progresif (KOMA-PROGRESIF) dan Kongres Politik Organisasi-Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO-PRP) Samarinda. Bedah buku tersebut dibagi dalam dua sesi diskusi. Pada sesi pertama diskusi difokuskan untuk membedah apa itu kapitalisme serta dampak yang disebabkan olehnya dan begaimana kapitalisme bertahan. Pada sesi kedua diskusi mengulas tentang apa itu sosialisme dan bagaimana memenangkannya? Dipta Abimana (kader KPO-PRP) sebagai pemantik memulai diskusi dengan menjelaskan gambaran singkat dari buku “Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme”.

“buku Apa Yang Dieperjuangkan Sosialisme ini, sebenarnya semacam pengenalan tentang bagaimana kapitalisme bekerja dan bagaimana merubahnya. Harus diakui bahwa di indonesia sangat sedikit kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa yang berani dan mau untuk mendiskusikan buku seperti ini. Buku-buku yang berbau sosialisme dianggap hal yang melanggar ideologi negara. Padahal sosialisme berangkat dari kondisi masyarakat yang menghendaki tidak adanya penindasan dan penghisapan manusia”

Selanjutnya, Dipta mengungkapkan “Pada bagian awal buku ini, dikatakan bahwa, ‘cara tarbaik untuk menjelaskan apa yang di perjuangan sosialisme adalah dengan mengenali terlebih dahulu, siapa sajakan kaum sosialis? Apa yang membedakan kaum sosialis dengan yang lainnya? Kaum sosialis adalah orang yang sangat peduli dengan ketidakadilan, penderitaan manusia, pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di dunia ini’. Namun, kaum sosialis tidak memandang ketidakadilan tersebut dalam alam berpikir yang moralis. Kaum sosialis, tidak menyelesaikan masalah-masalah ekonomi-politik, sosial, budaya, hukum, korupsi, dan kerusakan lingkungan secara terpisah-pisah. Maksudnya adalah masalah-masalah tersebut  tidak diselesaikan satu persatu tanpa melihat kesaling hubungannya. Inilah yang membedakan kaum sosialis dengan anggota lembaga advokasi seperti KPK, LBH, organisasi lingkungan, organisasi kampus, serikat buruh, dan sebagainya. Kaum sosialis melihat setiap masalah yang terjadi di dunia ini tidak secara terpisah, melainkan memiliki kesaling hubungan dan akar masalah”

“Persoalan kapitalisme, menjadi semakin buruk. Mulai dari kerusakan lingkungan, kemiskinan, pengangguran serta pemanasan global yang tidak hanya mengancam kehidupan manusia sehari-hari, bahkan mengancam masa-depan kemanusiaan itu sendiri. Dalam buku ini dibeberkan beberapa faktanya. Hampir 30% penduduk negara-negara dunia ketiga, tidak mempunyai akses air minum yang sehat. Negara kapitalis maju, mengekspor krisis lingkungan hidupnya, kepada negara-negara dunia ketiga dengan membuang limbah beracun, dan mendirikan industri-industri yang merusak. Di Mexico City, satu dari seratus anak, lahir dalam keadaan sakit jiwa. Indonesia dinyatakan sebagai negara paling berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di muka Bumi. Penelitian Universitas Adelaide menempatkan indonesia di peringkat ke 4 setelah China sebagai negara yang berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan. Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi ketiga setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City”

Selanjutnya mahasiswa Universitas Mulawarman tersebut juga membeberkan beberapa fakta kerusakan lingkungan, kemiskinan, dan pengangguran yang ada di kaltim. “Dari data resmi yang dilangsir oleh BPS (Badan Pusat statistik) Kaltim, jumlah dan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, September 2014 adalah sebanyak 253.680 jiwa atau 6, 31% dari 3.351.432 jumlah penduduk di Kaltim. Kondisi tersebut  beriringan dengan angka pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka di Kaltim tahun 2015 sebanyak 118.000 dari jumlah angkatan kerja sebanyak 1,53 juta orang atau senilai 7,17%.  Bahkan sempat memecahkan rekor PHK terbesar mencapai 10.721 orang.

Meskipun pertambangan adalah lapangan usaha yang menyumbangkan PDB terbesar di kaltim, pertambangan juga menjadi penyumbang terbesar kerusakan lingkungan di Kaltim. Beberapa kerusakan lingkungan tersebut adalah seperti gangguan lahan, pencemaran air, polusi debu, timbulnya polutan, banjir, dan banyak lagi. Dari 49.417,12 Ha areal lahan terbuka hanya 19.723,58 Ha yang di reklamasi. Ini artinya masih ada sebanyak 29.693,54 Ha lahan bekas pertambangan yang dibiarkan begitu saja terbuka. Tak heran jika sampai tahun 2016, ada sebanyak 24 korban yang meninggal di lubang bekas galian tambang.

Di sisi lain, kondisi hutan di Kaltim, mengalami laju deforestasi 177.000 Ha setiap tahunnya. Diiringi dengan degradasi hutan yang mencapai 202.000 Ha setiap tahunnya. Inilah akibatnya jika sumber daya alam yang berlimpah tersebut, dikelola oleh segelintir orang yang memiliki modal saja. Dengan demikian, keuntungannya juga hanya untuk mereka yang memiliki modal. Sehingga melahirkan bangunan infrastruktur masyarakat kearah individualisme-konsumtif, yang lebih mengutamakan pemenuhan hidup sendiri-sendiri, dan sepenuhnya mengabdikan segala aktivitasnya kepada modal/uang. Sederhananya, infrastruktur ekonomi kapital, akan melahirkan suprastruktur (relasi sosial), yang sejatinya akan takluk terhadap bangunan ekonomi dan politik tersebut”

Hema Malini, salah satu anggota dari LSK juga menerangkan, bahwa buku yang diadaptasi oleh Dipo Negoro tersebut menjelaskan dengan baik bagaimana kapitalisme bertahan. “Buku ini juga menjelaskan bagaimana sistem kapitalisme itu bertahan. Siapakah yang mempertahankan sistem ini? Perjalanan sejarah manusia adalah sejarah pertentangan kelas kecuali pada masa komunal primitif. Kapitalisme hanya membuat pembagian tersebut lebih efisien. Jadi kita tidak bisa lagi mendefinisikan masyarakat sebagai suatu entitas yang tunggal. Masyarakat telah terbagi menjadi 2 kelas yang saling bertentangan: kelas kaya dan kelas yang miskin. Karena yang kaya tidak akan mungkin membagi hartanya untuk si miskin tadi. Inilah satu kelas yang mempertahankan sistem ini. Selain itu ternyata negara dan aparatusnya, mulai dari parlemen, hakim, hukum, militer, digunakan untuk menjaga, proses akumulasi modal dapat terus berjalan. Selain itu juga pendidikan merupakan tempat dimana kode moral kapitalisme dijaga. Dimana peserta didik di kuasai oleh ide-ide atau ilmu-ilmu borjuis (pemilik modal). Kepatuhan, persaingan, dan sikap individualis ditumbuh kembangkan. Di keluarga kode moral dari sistem kapitalisme tersebut di tanamkan ke pikiran kita sejak kecil. Bahkan keluarga menjadi lembaga penindasan perempuan. Dimana peranan perempuan ditentukan oleh lembaga keluarga dan kepala keluarga yang laki-laki. Lebih lanjut, untuk mempertahankan sistem ini, para pemilik modal juga menggunakan rasisme, seksisme dll.  Upaya ini dilakukan untuk memecah belah gerakan rakyat yang ingin memperjuangkan hidup yang layak.

Selanjutnya, peserta dalam bedah buku tersebut juga turut memberi pandangan dan pertanyaannya. Izal misalnya, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawaman, mengajukan pertanyaan “Kapitalisme adalah sistem yang sangat rakus. Pertanyaan saya kenapa kapitalisme tumbuh subur dalam negara indonesia. Apakah ini upaya dari Barat untuk menjajah Indonesia ?” Menanggapi hal tersebut, Salman, peserta diskusi, mahasiswa dari fakultas dan universitas yang sama berpendapat. “Menurutku kapitalisme bukan hanya berkembang pesat di indonesia tapi di seluruh dunia. Kita bisa lihat dari segi sejarahnya. revolusi industri menyebabkan perdagangan berkembang pesat. Habisnya bahan mentah dan over produksi menyebabkan negara-negara adidaya mencuri bahan-bahan mentah dan mengembangkan modalnya, hal ini dilakukan dengan cara kolonialisme pada khususnya negara dunia ketiga”.

Kemudian Aji, salah satu peserta diskusi menambahkan, “Alur produksi kapitalisme menyebabkan over produksi dan memunculkan kolonialisme.  Daerah Asia menjadi sasaran karena melihat kondisi geografisnya. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia juga lamban”

Kemudian Namhar sebagai anggota LSK melanjutkan, “soal-soal mengapa kapitalisme tumbuh subur di Indonesia, tak terlepas dari faktor sejarah internal yang belangsung. Semenjak jatuhnya Sukarno oleh kudeta merangkak yang dilakukan Orba Rezim Suharto, menjadi ladang subur bagi para penggarong kapital terutama Amerika Serikat beserta sekutu dengan bergulirnya UU Penanaman Modal Asing yang disahkan oleh rezim Suharto. Hal ini berdampak pula dari kemenangan Suharto dalam menjalankan pasca-kudeta, program-program dan undang-undang yang menghambat mobilisasi massa dalam menuntaskan revolusi, melakukan pemberangusan yang banyak menelan korban jiwa terutama kalangan kiri maupun simpatisannya. Lebih lanjut Rezim Suharto berhasil menjalankan program massa menggambang, yang berdampak pada depolitisasi dan deideologisasi. Ini demi menjalankan program pembangunan yang mendapat kucuran dana dari negara-negara imprialis, dalam bentuk hutang . Walaupun rezim Suharto sudah tumbang tetapi sistem yang ditanamkannya masih terus bergulir hingga saat ini. Sebab perundang-undangan yang berlaku masih mengadopsi program-program yang pernah dijalankan oleh rezim Suharto dan banyaknya pula kroni-kroni yang masih bertahan dipemerintahan rezim Jokowi-Jk sekarang ini“.

Kuggi Kayla, anggota KPO-PRP juga turut memberi tanggapannya. “berangkat dari pertanyaan Izal. Saya rasa perlu diperjelas bahwa kapitalisme itu berangkat dari upaya masyarakat untuk menimbun kekayaan.  Dunia ketiga digunakan oleh sistem kapitalisme karena banyak sumber daya alam dan sumber daya manusia yang murah. Tapi tidak dimbangi dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kenapa di daerah Asia menjadi sasaran, lagi-lagi ini karena motif utama produksi kapitalisme adalah penumpukan kekayaan. Selain itu juga barang mentah yang ada di Negara di dunia pertama sudah habis. Makanya Asia menjadi sasaran ekploitasinya. Selain itu yang dikatakan Salman juga benar, bahwa perkembangan pengetahuan di Indonesia sangat lamban. Konstitusi juga dibuat oleh kelas berkuasa atau kelas borjuis. Sehingga konstitusi akan selalu berpihak pada mereka yang punya modal. Yang diperjuangkan sosialisme adalah kesetaraan umat manusia. Tapi kapitalisme saat ini juga membentuk watak manusia untuk menjadi rakus. Militerisme juga digunakan untuk meredam gerakan rakyat. Seperti contoh beberapa universitas yang melarang  lagu Darah Juang dan Buruh Tani di nyanyikan di kampus. Selain itu juga kapitalisme menggunakan rasisme dan seksisme untuk mempertahankan modal. Contohnya Jokowi yang setengah-setengah mendukung kemerdekaan Palestina di sisi lain juga menjajah Papua yang ingin merdeka. Inilah mengapa kaum sosialis harus berjuang untuk menghapuskan penindasan manusia atas manusia dan menjaga alam”.

Beberapa peserta lainnya juga turut memberi pandangan yang sama. Dipta Abimana, kemudian melanjutkan pernyataan dari Kuggi Kayla, soal apa yang diperjuangkan sosialisme dan bagaimana memenangkannya. “seperti yang telah disampaikan oleh kawan Kayla, bahwa yang diperjuangkan sosialisme adalah kesetaraan umat manusia. Tapi kapitalisme saat ini juga membentuk watak manusia untuk manjadi rakus. Dan ide para pemilik modal telah menjadi dominan di masyarakat. Lalu siapakah yang akan memperjuangkan sosialisme? Kelas yang dihisap dan dieksploitasi mesti segera menuntaskannya. Kapitalisme tidak dapat memenuhi kebutuhan kaum buruh, tani, perempuan, suku, dan ras minoritas. Padahal, merekalah yang telah mengumpulkan 99% kebutuhan negara. Dengan demikian, merekalah yang memiliki kekuatan untuk merubahnya. Kapitalisme takut terhadap kekuatan rakyat yang tertindas. Bagaimanakah sosialisme akan dimenangkan? Apakah cukup dengan mereformasi struktur pemerintahan?, Tentu saja perjuangan reformasi sebagai tujuan akhir tidak akan pernah cukup. Kaum sosialis memperjuangkan reformasi untuk membangun revolusi”.

“Bagaimana revolusi dapat terjadi?, Apa yang dapat meyakinkan kelas buruh dan rakyat yang tertindas oleh sistem kapitalisme, bahwa mereka dapat menjalankan produksi, mengatur perekonomian secara mandiri? Sistem produksi dalam kapitalisme akan menunjukkannya. Sistem kapitalisme yang tidak akan pernah terhidar dari krisis ekonominya. Akibat dari produksi berlebih, akan melemahkan kemampuan pemilik modal untuk berkuasa, dan akan terus menerus membangun kepercayaan diri rakyat tertindas. Krisis semacam itu akan membuat rakyat tertindas untuk mencari alternatif. Pada titik tertentu, krisis dapat menciptakan kehilangan legitimasi bagi tatanan yang sedang ada. Penindasan kapitalisme tidak otomatis menciptakan kesadaran sosialis. Gagasan sosialisme dan strategi untuk membangun revolusi mempunyai sejarah panjang dengan banyak pengalaman dan pelajaran. Tidak ada satu orang pun yang dapat mewujudkan pengalaman ini, bahkan menggunakannya. Hanya sebuah partai revolusioner yang dibangun secara sadarlah yang mampu menggunakan pelajaran tersebut untuk membangun sejarah.” ungkapnya.

Mengutip pernyataan dalam buku Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme “Di hadapan kita semua, terdapat sekitar 240 juta penduduk indonesia. Di dalamnya terdapat 40 orang paling kaya, dan sekitar 170 juta rakyar yang paling miskin, terdapat juga 90 juta buruh formal. Di dalamnya juga terdapat pembagian kesadaran. Namun, kesadaran yang dominan adalah kesadaran borjuis.” Dipta kembali melemparkan pertanyaan. Siapa yang akan membangun partai revolusioner. Darimana sebuah partai revolusioner menemukan kader-kader untuk membangunnya?

Ari Dwi Prasetyo anggota KOMA PROGRESIF menanggapi hal tersebut. “Penindasan adalah nyata di dalam kapitalisme, oleh karenanya akan selalu muncul individu-individu yang terbuka pemahamannya. Akan selalu ada mereka-mereka yang tertarik dengan ide-ide sosialisme. Dalam masa tenang, jumlah individu tersebut relatif sedikit. Namun seiring dengan perkembangan gerakan rakyat maka jumlahnya akan bertambah secara signifikan. Di mahasiswa kita hanya berkuliah sampai 5 tahun. Dan kita selesai kuliah akan menjadi pekerja”.

Menyambung pernyataan tersebut, Dipta mengungkapkan “sebuah partai yang revolusioner mesti menyadari stratifikasi kesadaran yang ada di dalam klas buruh dan rakyat. Ini agar sebuah partai revolusioner yang akan dibangun, tidak menjelma sebagai partai  borjuis. Mengutip pernyataan dalam buku Apa Yang Diperjuangkan Sosialisme “Ketika partai revolusioner berupaya mengumpulkan sebanyak mungkin kaum buruh dan rakyat menjadi anggotanya, maka partai revolusioner akan menjadi terombang-ambing.” Partai semacam itu, memiliki kecendrungan itu untuk terus menerus menurunkan ideologi, perspektif politik, dan program perjuangannya. Partai tersebut tidak akan pernah mewakili perjuangan kaum buruh, namun mewakili pasifitasnya. Yang semakin lama semakin tidak efektif dalam perjuangan pembebasan kaum buruh.”

Di akhir, Dipta juga menekankan tugas mendasar dari partai revolusioner agar dapat memenangkan sosialisme. “seperti yang juga disampaikan dalam buku tersebut, partai revolusioner harus membangun perjuangan, melakukan rekruitmen dan membangun langgam kerja sebuah partai yang berbasiskan atas kerja yang ketat dan disiplin untuk menyebarkan dan meyakinkan kaum buruh dan rakyat atas sosialisme. Tugas mendasar partai revolusioner adalah mengorganisir dan membangun kesadaran kelas tertindas. Tugas tersebut, terbagi menjadi dua hal besar. Pertama adalah klarifikai ideologi atau membangun kejelasan perspektif terhadap apa yang di perjuangkan. Termasuk di dalamnya adalah melatih kader-kader yang berkomitmen terhadap ide-ide sosialisme. Kedua, adalah propaganda ide-ide sosialisme, partai revolusioner berusaha untuk menyebarkan dan meyakinkan kaum buruh beserta rakyat atas ide-ide sosialisme dan revolusi. Penjelasan yang utuh, luas dan mengeneralisasi berbagai pengalaman historis maupun kontemporer mengenai sosialisme. Konsekuensinya propaganda terutama menggunakan cara tertulis, seperti melalui koran, selebaran ataupun buku. Oleh karena itu di sini  saya dan kawan Kayla membawa buku-buku yang dapat di produksi bersama sebagai bahan bacaan, serta koran Arah Juang yang berisi tentang perkembangan situasi gerakan rakyat dan perspektif pembangunan partai revolusioner dalam upaya menumbangkan sistem kapitalisme”.

Bedah buku ditutup dengan salam perjuangan. Hidup rakyat. Jayalah sosialisme. (ap)

Loading

Comment here