Pertama-tama sekali mari kita cermati dan pahami konteks karya-karya Marxis tersebut.
Engels menulis surat kepada Gerson Trier tersebut membahas mengenai pemecatan dua anggota sayap kiri (salah satunya adalah Gerson Trier) oleh Komite Eksekutif Partai Sosialis Denmark dengan alasan mereka menentang pembentukan blok dengan Venstre. Apa itu Venstre? Venstre atau lengkapnya adalah Venstre, Danmarks Liberale Parti atau kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berbunyi: Kiri, Partai Liberal Denmark, adalah suatu partai politik berhaluan liberal konservatif dan agrarian di Denmark. Partai ini awalnya didirikan oleh J. Sverdrup pada 1870 dengan nama Det Forenede Venstre atau “Kiri Bersatu” sebagai bagian dari suatu gerakan kaum tani dalam perjuangannya melawan kaum bangsawan tuan tanah di Denmark. Kemudian berganti nama pada tahun 1895 hingga 1910 menjadi Venstrereformpartiet (Partai Reforma Kiri) serta setelahnya dikenal hanya dengan nama Venstre. Haluan partai ini mempromosikan perdagangan bebas dan kepentingan petani yang bertentangan dengan kepentingan aristokrasi yang merupakan platform partai konservatif lain yaitu Partai Højre (Kanan). Dengan demikian politik Venstre adalah politik borjuasi kecil (kaum petani) yang melawan dominasi kebangsawanan, monarki, dan monopoli agraria oleh kaum tuan tanah di Denmark.
Tahun 1905, sayap kiri Venstre yang pada pokoknya terdiri dari kaum tani kecil, memutuskan pecah dari partai serta mendirikan Partai Radikal. Dalam dasawarsa 1910an pecahnya Partai Sosial Liberal dan berkembangnya Partai Sosial Demokrat di Denmark memengaruhi Venstre dan mendorong Venstre bergerak dari spektrum politik kiri ke politik tengah dan seringkali menyandarkan diri pada mantan lawannya yaitu kaum Konservatif untuk mendapatkan dukungan parlementer. Partai Venstre sendiri pernah memegang pemerintahan pada tahun 1920 hingga 1924 dan 1926 hingga 1929 serta menjadi kolaborator terhadap pemerintah pendudukan rezim fasis NAZI Jerman dari tahun 1940 sampai 1945. Setelahnya Venstre membentuk pemerintahan satu partai dari tahun 1945 hingga 1947 dan kemudian pada tahun 1950 sampai 1953 berbagai kekuasaan di pemerintah bersama kaum Konservatif dan kaum Radikal di Denmark.
Sedangkan Partai Sosial Demokrat di Denmark awalnya didirikan pada tahun 1871 oleh Louis Pio dan Harald Brix, dan Paul Geleff, dengan tujuan mengorganisir kelas buruh yang tengah bangkit di Denmark di atas basis demokratis dan sosialis. Industrialisasi Denmark sendiri sudah dimulai sejak pertengahan abad ke-19 dimana suatu periode urbanisasi yang pesat telah menghasilkan munculnya kelas buruh perkotaan. Lapisan-lapisan kaum miskin yang dulunya merupakan populasi pedesaan kemudian didapati berada di kota-kota dan lingkungan pemukiman buruh. Gerakan sosial demokrasi di Denmark bangkit dari cita-cita untuk mewujudkan kondisi-kondisi hidup yang layak sekaligus hak-hak politik dan representasi kaum buruh ini di dalam parlemen. Tahun 1884 Partai Sosial Demokrat berhasil menempatkan dua orang anggotanya di parlemen yaitu P. Holm dan Chr. Hørdum.
Trier sendiri bergabung dengan Partai Sosial Demokratis di Denmark pada tahun 1888 setelah kembali dari luar negeri. Bahkan sewaktu ia masih berada di luar negeri, Trier sudah menjalin kontak dengan oposisi kiri dalam partai. Tahun 1889 ia bekerja bersama Nicolaj Petersen, kawan separtainya, untuk menerbitkan surat kabar mingguan berjudul “Arbejderen” atau “Sang Buruh” sebagai organ oposisi revolusioner dalam partai. Media ini dengan seketika ditentang oleh para pimpinan partai. Bukan hanya karena muatan revolusionernya namun juga karena pengaruhnya yang mampu memenangkan dukungan mayoritas dalam pertemuan partai serta meyakinkan mereka untuk berpartisipasi dalam kongres internasional Marxis bulan Juli 1889 yang mendirikan Internasional Kedua di Paris, Prancis, yang sebenarnya berlawanan dengan kehendak para pimpinan partai. Kaum oposisi kiri dalam partai, yang mana Trier juga salah satu anggotanya, juga lebih berhasil menjalin hubungan internasional yang lebih baik dibandingkan para pimpinan partai di dalam negeri Denmark.
Trier dan kaum oposisi kiri dalam Partai Sosial Demokrat di Denmark kemudian menentang tindakan Partai Sosial Demokrat yang memutuskan menjalin aliansi elektoral dengan Venstre. Para pimpinan partai yang cenderung berhaluan reformis kemudian memandang artikel yang diterbitkan di “Arbejderen” pada Oktober 1889 yang menentang aliansi itu sebagai kesempatan untuk memecat tujuh orang dewan redaksi koran tersebut, termasuk Trier di dalamnya. Ini disertai dengan fitnah dan tuduhan yang menuding tujuh orang tersebut sebagai agen sayap kanan dan mata-mata polisi.Pemecatan terhadap tujuh orang ini kemudian menuai kecaman bahkan di tingkat internasional oleh koran-koran sosialis.
Patut dipahami konteks saat itu, dimana Partai-partai Sosial Demokrasi serta Internasionale Kedua, yang awalnya berasal dari latar belakang gerakan Marxis, tumbuh dan berkembang, merupakan masa dimana kapitalisme sedang mengalami booming ekonomi. Sehingga perjuangan buruh relatif bisa memenangkan tuntutan-tuntutan minimumnya dan kapitalis bisa memberikan konsesi-konsesi dan reforma bagi proletariat, khususnya di Eropa, termasuk di Denmark. Ini kemudian menyebabkan berkembangnya kelompok reformis di dalam gerakan Sosial Demokrasi. Oleh karena itu konflik Trier serta kawan-kawan oposisi kirinya dengan para pimpinan Partai Sosial Demokrasi di Denmark juga harus dipahami sebagai perjuangan kubu revolusioner melawan kubu reformis di dalam gerakan Marxis di dunia dan di Denmark saat itu.
Penentangan Trier dan kawan-kawan oposisi kirinya terhadap keputusan Partai Sosial Demokrat di Denmark yang beraliansi dengan Venstre sendiri direspon berbeda-beda oleh berbagai tokoh Sosial Demokrasi di dunia. August Bebel, salah seorang pimpinan Partai Sosial Demokrat di Jerman mendukung Trier dan oposisi kiri menentang aliansi tersebut. Sedangkan Engels sendiri meskipun menyatakan simpati dengan Trier dan menentang pemecatan tersebut, ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pandangan Trier yang secara prinsipiil menolak segala bentuk kolaborasi dengan partai-partai lain. Engels menyatakan sebagai berikut:
“Dear Mr Trier,
Many thanks for your interesting communication of the 8th.
Since you ask my opinion about the recent dramatic events in Copenhagen[1] to which you fell victim, let me begin with one point upon which I am not of one mind with you.
You reject on principle any kind of collaboration, however transient, with other parties. I am revolutionary enough not to deprive myself even of this recourse in circumstances in which it would be more to our advantage or at any rate do us least harm.
That the proletariat cannot seize political power, which alone will open the doors to the new society, without violent revolution is something upon which we are both agreed. If the proletariat is to be strong enough to win on the crucial day, it is essential – and Marx and I have been advocating this ever since 1847 – for it to constitute a party in its own right, distinct from and opposed to all the rest, one that is conscious of itself as a class party.” (Engels, 1889).
Dalam terjemahan bahasa Indonesia versi salinan dari situs Indo-Marxist – Situs Kaum Marxist Indonesia yang dipublikasikan kembali di Marxist Internet Archives seksi Indonesia, tulisan Engels tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Tuan Trier yang baik,
Saya mengucapkan banyak terimakasih atas perbincangan menarik kita yang ke delapan.
Bila Saya boleh memberikan pandangan tentang keributan besar yang baru-baru ini melanda kota Copenhagen [*] dimana Anda sendiri menjadi salah satu korbannya, Saya mulai dengan penegasan bahwa Saya tidak sepakat dengan Anda.
Anda menolak secara prinsipiil tiap dan segala bentuk kolaborasi, dengan partai-partai lain, betapapun sementaranya hal ini. Saya tidak cukup revolusioner untuk memukul rata hal semacam ini bahwa jika dalam suatu keadaan hal itu adalah lebih menguntungkan atau malah lebih buruk.
Kita telah sepakat dalam hal ini: bahwa kaum proletariat tidak akan bisa mengambilalih kekuasaan politik, satu-satunya pintu menuju masyarakat baru, tanpa revolusi kekerasan. Karenanya supaya proletariat sanggup memiliki kekuatan untuk memenangkan pertarungan yang menentukan itu, ia harus – Saya dan Marx telah menyarankan ini sejak 1847 – membentuk sebuah partai yang terpisah dari semua (klas, pent) lainnya dan secara tegas melawan semua, sebuah partai yang berkesadaran klas”.
Kalau kita, khususnya kawan-kawan yang cukup cakap dalam bahasa Inggris, mencermati, kalimat: “You reject on principle any kind of collaboration, however transient, with other parties. I am revolutionary enough not to deprive myself even of this recourse in circumstances in which it would be more to our advantage or at any rate do us least harm” sebenarnya tidak berarti “Anda menolak secara prinsipiil tiap dan segala bentuk kolaborasi, dengan partai-partai lain, betapapun sementaranya hal ini. Saya tidak cukup revolusioner untuk memukul rata hal semacam ini bahwa jika dalam suatu keadaan hal itu adalah lebih menguntungkan atau malah lebih buruk.” melainkan berarti “Anda menolak secara prinsipiil tiap bentuk kolaborasi dengan partai-partai lain, betapapun sementaranya hal itu. Saya cukup revolusioner untuk tidak menolak cara ini dalam situasi-situasi yang akan lebih menguntungkan kita atau setidaknya tidak merugikan kita.” Jadi bisa disimpulkan bahwa Engels menekankan taktik tersebut tidak boleh ditempuh kalau merugikan partai dan gerakan buruh.
Terjemahan dari paragraf selanjutnya cukup baik, sehingga langsung akan saya cantumkan versi bahasa Indonesianya dimana Engels menyatakan:
“Kita telah sepakat dalam hal ini: bahwa kaum proletariat tidak akan bisa mengambilalih kekuasaan politik, satu-satunya pintu menuju masyarakat baru, tanpa revolusi kekerasan. Karenanya supaya proletariat sanggup memiliki kekuatan untuk memenangkan pertarungan yang menentukan itu, ia harus – Saya dan Marx telah menyarankan ini sejak 1847 – membentuk sebuah partai yang terpisah dari semua (klas, pent) lainnya dan secara tegas melawan semua, sebuah partai yang berkesadaran klas.”
Jadi perlu digarisbawahi disini bahwa Marx dan Engels menekankan bahwa pembentukan partai proletariat secara mandiri dan terpisah dari kelas lainnya untuk merebut kekuasaan politik merupakan suatu keharusan.
Berikutnya Engels menyatakan, ini kembali harus kita lihat versi bahasa Inggrisnya:
“This does not mean, however, that the said party cannot occasionally make use of other parties for its own ends. Nor does it mean that it cannot temporarily support other parties in promoting measures which are either of immediate advantage to the proletariat or spell progress in the direction of economic development or political freedom. I would support anyone in Germany who genuinely fought for the abolition of primogeniture and other feudal relics, of bureaucracy, protective tariffs, and Anti – Socialist Law and restrictions on the right of assembly and of association. If our German Party of Progress or your Danish Venstre were genuine radical-bourgeois parties and not just a miserable bunch of windbags who creep into their holes at the first threat uttered by Bismarck or Estrup, I would by no means unreservedly reject any kind of temporary collaboration with them having a specific end in view. When our deputies vote for a motion tabled by a different party – as they all too often have to do – even this could be described as a form of collaboration. But I would be in favour of it only if its immediate advantage to ourselves or to the country’s historical progress towards economic and political revolution was instantly apparent and worth the effort. And provided the proletarian class character of the party were not jeopardised thereby. Thus far and no further I am prepared to go. You will find this policy propounded as early as 1847 in the Communist Manifesto; we pursued it in 1848 in the International, everywhere”.
Ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seperti berikut:
“Namun itu bukan berarti bahwa partai ini tidak boleh dalam momen-momen tertentu menggunakan partai-partai lainnya untuk tujuannya. Ini juga bukan berarti bahwa partai kita tidak diperbolehkan untuk memberikan dukungan sementara pada partai-partai lainnya selama dukungan ini secara langsung menguntungkan kaum proletariat atau maju seiring perkembangan ekonomi ataupun kebebasan politik. Saya memberikan dukungan pada siapapun yang melaksanakan perjuangan nyata di Jerman untuk penghapusan hak istimewa bagi anak sulung dan sisa-sisa tradisi feodal, birokrasi, tarif-tarif perlindungan, UU Anti Sosialis, ataupun pembatasan-pembatasan hak berkumpul dan berorganisasi. Bila Partai Progresif Jerman kami atau Venstre Denmark kalian itu adalah benar-benar partai borjuis kecil yang radikal dan bukan sekedar terdiri dari pembual-pembual busuk yang melompat lari ke dalam semak begitu diancam Bismarck atau Estrup, Saya sama sekali akan dengan tanpa syarat (unconditionaly) menentang setiap dan segala kerjasama dengan mereka untuk tujuan tertentu. Adalah sebuah kolaborasi juga ketika beberapa wakil kita memberikan suara mereka, untuk mendukung proposal yang diajukan partai lain – dan mereka harus melaksanakannya lebih sering lagi. Namun bagiku ini hanya jika keuntungan yang kita dapat adalah langsung atau jika perkembangan historis dari negeri yang bersangkutan menuju revolusi ekonomi/politik tak terhindarkan lagi dan diuntungkan; atau setidaknya watak klas proletariat yang menjadi ciri Partai, tidak terancam karenanya. Bagiku inilah batasan mutlak yang tidak boleh dilanggar. Anda dapat menemukan bahwa garis kebijakan ini sudah ditetapkan jauh-jauh hari sejak 1847 di dalam Manifesto Komunis; kita memperjuangkannya di tahun 1848, di dalam Internasional, di mana-mana ……”
Perhatikan bahwasanya kalimat Engels: “If our German Party of Progress or your Danish Venstre were genuine radical-bourgeois parties and not just a miserable bunch of windbags who creep into their holes at the first threat uttered by Bismarck or Estrup, I would by no means unreservedly reject any kind of temporary collaboration with them having a specific end in view.” diterjemahkan menjadi: “Bila Partai Progresif Jerman kami atau Venstre Denmark kalian itu adalah benar-benar partai borjuis kecil yang radikal dan bukan sekedar terdiri dari pembual-pembual busuk yang melompat lari ke dalam semak begitu diancam Bismarck atau Estrup, Saya sama sekali akan dengan tanpa syarat (unconditionaly) menentang setiap dan segala kerjasama dengan mereka untuk tujuan tertentu.” Terjemahan ini salah. Pertama, salah menerjemahkan “by no means” menjadi “sama sekali” padahal seharusnya diterjemahkan menjadi “sama sekali tidak”. Kedua, salah dalam menerjemahkan kata “unreservedly”menjadi “dengan tanpa syarat” padahal kata “unreservedly” sebenarnya bermakna “dengan terang-terangan”. Ketiga, salah karena mengesankan kalau Partai Progresif Jerman dan Venstre di Demnark benar-benar partai borjuis radikal dan bukan pengecut yang tidak konsisten maka Engels akan menentang kolaborasi dengan mereka. Dengan kata lain Engels (akibat salah terjemahan tadi dinyatakan) lebih setuju berkolaborasi kalau Partai Progresif Jerman dan Venstre di Denmark bukanlah borjuis radikal dan sebaliknya merupakan pengecut yang inkonsisten. Keempat, kalimat “having a specific end in view” sebenarnya tidak berarti “untuk tujuan tertentu” melainkan yang benar bermakna “yang memiliki tujuan-tujuan khusus atau spesifik yang kelihatan.” Sehingga yang benar seharusnya terjemahan tersebut berbunyi:
“Bila Partai Progresif Jerman kami atau Venstre Denmark kalian itu adalah benar-benar partai borjuis kecil yang radikal dan bukan sekedar terdiri dari pembual-pembual busuk yang melompat lari ke dalam semak begitu diancam Bismarck atau Estrup, saya sama sekali tidak akan dengan terang-terangan menentang setiap dan bentuk kerjasama sementara dengan mereka yang memiliki tujuan-tujuan khusus yang kelihatan.”
Kesimpulannya secara tidak langsung Engels mensyaratkan bahwa dalam memilih sekutu tidak boleh menggandeng kelompok yang pengecut dan tidak konsisten. Selain itu persekutuan tersebut harus bersifat sementara dan harus berdasarkan tujuan-tujuan yang bisa dilihat.
Permasalahan berikutnya dalam terjemahan bahasa Indonesia dari Surat Engels untuk Gerson Trier di Copenhagen tersebut adalah terjemahan tersebut tidak lengkap dan hanya berhenti pada paragraf kelima (yang sudah dicantumkan di atas). Padahal surat tersebut berlanjut sampai sepuluh paragraf. Berikut paragraf enam sampai sepuluh dalam bahasa Inggris yang belum diterjemahkan:
Disregarding the question of morality – a point I am not concerned with here and shall therefore not discuss – I would, as a revolutionary, countenance any means, the most violent but also what may seem the most moderate, that were conducive to the ends.
Such a policy demands insight and strength of character, but what policy does not? It exposes us to the dangers of corruption, or so say the anarchists and friend Morris. Very well, if the working class is an assortment of blockheads and weaklings and downright venal blackguards, then we might as well pack up at once, for in that case neither the proletariat nor any of the rest of us would have an business to be in the political arena at all. Like all other parties, the proletariat will be best taught by its own mistakes, and from those mistake no one can wholly save it.
In my opinion, therefore, you are wrong on when you elevate what is primarily a question of tactics to the level of a question of principle. And so far as I’m concerned, the only question that confronts us at the start is a tactical one. A tactical error, however, may in certain circumstances, lead to an infringement of principle.
And here, so far as I can judge, you are right in criticising the tactics of the Hovedbestyrelsen. For years the Danish Left has been acting out an undignified comedy of opposition, nor does it ever tire of demonstrating its own impotence to the world at large. It has long since missed the opportunity – if ever it had one – of avenging the infringement of the Constitution by force or arms; indeed, an ever increasing proportion of the Left would seem to be yearning for reconciliation with Estrup. A genuinely proletarian party could not, or so it seems to me, collaborate with a party of that kind without in the long run forfeiting its class character as a working men’s party. Hence, in so far as you stress the class character of the movement as arguing against this policy, I can only agree with you.
Now as regards the methods adopted towards you and your friends by the Hovedbestyrelsen, such summary expulsion of an opposition from the party certainly occurred in the secret societies of 1840-51;the very secrecy of the organisation made this inevitable. It also occurred – not infrequently – among the English Physical Force Chartists under the dictatorship of O’Connor. But the Chartists, being a party specifically organised for the use of force as their very name implies, were subject to dictatorship, and expulsion was an act of military discipline. On the other hand I have heard of no such high handed procedure in time of peace save in the case of the Lassalleans in J. B. von Schweitzer’s ‘rigid organisation’; von Schweitzer had to make use of it because of his suspect dealings with the Berlin police, and in doing so only precipitated the disorganisation of the General German Workers’ Association. It would be most unlikely to occur to any of the socialist labour parties presently in existence – now that Mr Rosenberg has happily made himself scarce in America – to treat along Danish lines an opposition it had nurtured in its own bosom. No party can live and prosper unless moderate and extreme tendencies grow up and even combat one another within its ranks, and one which expels the more extreme tendencies out of hand will merely promote their growth. The labour movement depends on mercilessly criticising existing society, criticism is the breath of life to it, so how can it itself avoid being criticised or try and forbid discussion? Are we then asking that others concede us the right of free speech merely so that we may abolish it again within our own ranks?
If you should wish to publish the whole of this letter, I should have no objection.
Ini saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi berikut:
“Terlepas dari persoalan moralitas – pada suatu titik bukan menjadi perhatian saya di sini dan oleh karena itu tidak akan dibahas – Saya, sebagai seorang revolusioner, akan menyetujui cara apapun, baik yang paling keras namun juga termasuk apa yang tampak sebagai cara yang paling moderat, yang kondusif untuk mencapai tujuan-tujuan.
Suatu kebijakan demikian menuntut pengetahuan yang mendalam dan sifat yang kuat, namun kebijakan mana yang tidak membutuhkannya? Ini menghadapkan kita pada bahaya korupsi, atau setidaknya begitulah kata kaum Anarkis dan kawan Morris. Baiklah, bila kelas buruh adalah segolongan orang yang bodoh, lembek, dan begitu polosnya sampai bisa disogok, maka kita bisa sekalian saja angkat kaki, karena kalau begitu kenyatannya maka proletariat atau kita tidak punya urusan sama sekali di arena politik. Namun seperti pihak-pihak lainnya, proletariat akan mendapatkan pelajaran terbaik dari kesalahan-kesalahannya sendiri.
Dalam pendapat saya, oleh karena itu, engkau keliru saat mengajukan apa yang pada pokoknya merupakan persoalan taktik ke tataran persoalan prinsip. Sejauh yang saya perhatikan, satu-satunya persoalan yang menghadapi kita dari awal adalah persoalan taktis. Bagaimanapun juga kesalahan taktis dalam situasi kondisi tertentu mengakibatkan pelanggaran prinsip.
Dan disini, sejauh yang bisa saya nilai, Engkau benar dalam mengkritik taktik Hovedbestyrelsen. Selama bertahun-tahun Kiri Denmark bertingkah sebagai oposisi konyol nan memalukan, bahkan tidak pernah lelah menunjukkan impotensinya ke hadapan dunia secara luas. Sudah lama ia kehilangan peluang—kalau pernah memilikinya—untuk membalas pelanggaran Konstitusi dengan kekuatan bersenjata: memang, semakin banyak proporsi Kiri tampaknya mendambakan rekonsiliasi dengan Estrup. Suatu partai proletarian sejati tidak bisa, setidaknya menurut saya, berkolaborasi dengan suatu partai semacam itu tanpa dalam jangka panjang kehilangan karakter kelasnya sebagai partainya buruh. Sehingga, sepanjang engkau menekankan karakter kelas gerakan tersebut dan menyatakan melawan kebijakan ini, saya hanya bisa setuju denganmu.
Sekarang terkait metode-metode yang diterapkan terhadapmu dan kawan-kawanmu oleh Hovedbestyrelsen, yaitu pemecatan suatu oposisi dari partai jelas muncul dalam perhimpunan rahasia di tahun 1840-1851; kerahasiaan yang amat sangat dari organisasi membuat hal ini tidak terhindarkan. Hal ini juga muncul – tidak jarang – di antara Angkatan Fisik nya Kaum Chartist di Inggris semasa kediktatoran O’Connor. Namun Kaum Chartists yang merupakan suatu partai yang secara khusus dioranisir untuk penggunaan kekerasan sebagaimana yang tersirat dari namanya, memang tunduk kepada kediktatoran, dan pemecatan tersebut memang suatu tindakan disiplin militer. Sedangkan di sisi lain, saya tidak mendengar prosedur semacam itu diperlukan di masa damai kecuali dalam kasus Lassaleans di ‘organisasi rigid’nya J.B. Von Schweitzer, Von Schewitzer harus menggunakannya karena dia berurusan dengan kecurigaan dengan polisi Berlin, dan dengan melakukannya hanya akan mempercepat disorganisasi Asosiasi Buruh Jerman Umum. Hal ini menjadi hal yang tidak wajar terjadi pada partai-partai buruh sosialis yang eksis saat ini – kini saat Tuan Rosenberg bahagia karena membuat dirinya tidak tersentuh di Amerika – untuk, seperti di Denmark, memperlakukan suatu oposisi yang telah dibesarkannya sendiri. Tidak ada partai yang bisa hidup dan subur kecuali tumbuh pula tendensi-tendensi moderat serta ekstrim di dalamnya dan bahkan bertempur satu sama lain di dalam keanggotannya, dan satu pihak yang memecat tendensi-tendensi yang lebih ekstrem hanya akan mempromosikan tendensi tersebut. Gerakan buruh bergantung pada pengkritikan tanpa ampun terhadap masyarakat yang ada, kritik adalah nafas kehidupannya, jadi bagaimana ia sendiri menghindari dikritik atau mencoba melarang diskusi? Apakah kita lantas meminta pihak lain memberikan kita hak kebebasan berpendapat cuma agar kita bisa merammpasnya lagi dari anggota-anggota kita?
Kalau Engkau berkehendak untuk menerbitkan surat ini secara keseluruhan, saya tidak akan keberatan sama sekali.”
Dari sini kita bisa simpulkan bahwasanya (selain fakta bahwa Engels menentang pemecatan terhadap Trier dan kawan-kawan oposisi intra-partai) meskipun Engels tidak setuju dengan Trier karena Engels memandang Trier keliru memandang persoalan taktis menjadi persoalan prinsipil, pada akhirnya ia juga sama-sama menentang kolaborasi tersebut karena persekutuan tersebut lemah dan impoten. Bahkan disini Engels menekankan “Suatu partai proletarian sejati tidak bisa, setidaknya menurut saya, berkolaborasi dengan suatu partai semacam itu tanpa dalam jangka panjang kehilangan karakter kelasnya sebagai partainya buruh.”
Oleh karena itu pokok-pokok yang bisa disimpulkan dari Surat Engels untuk Gerson Trier di Copenhagen ini setidaknya antara lain: Pertama, Engels menolak kolaborasi kelas. Kedua, kerjasama kaum Sosial Demokrat di Denmark waktu itu dalam konteks kerjasama dengan partai kaum tani dalam rangka melawan bangsawan tuan tanah. Jadi bukan kerjasama antara kaum penindas dengan kaum tertindas. Apalagi dalam konteks tersebut, lawan mereka, yaitu kaum bangsawan tuan tanah (yang sebenarnya menurut Materialisme Historis merupakan kelas penguasa dalam masyarakat bercorak produksi Feodalisme) masih merupakan bagian dari kelas penindas yang berkuasa. Ketiga, harus ada partai proletarian yang independen sebagai instrumen politik kelas buruh dan gerakan Marxis. Kemudian, pilihan istilah “make use of” dan bukan “use” saja dari kalimat: “This does not mean, however, that the said party cannot occasionally make use of other parties for its own ends” sebenarnya bermakna “memanfaatkan” dalam pengertian yang bukan berarti “memasuki”. (Sehingga), Keempat, tidak boleh ada likuidasionisme. Kelima, dukungan atau persekutuan dengan partai-partai lain tersebut hanya boleh bersifat sementara. Keenam, dukungan atau persekutuan tersebut harus didasari dengan syarat-syarat ketat. Melalui surat ini Engels menyebutkan bahwa syaratnya harus ada kompetensi dan konsistensi dari mereka (pihak yang didukung atau dijadikan sekutu). Kemudian hanya boleh bila ada keuntungan langsung yang kelihatan dan bisa didapat serta hanya bila perkembangan historis dari negeri yang bersangkutan menuju revolusi ekonomi/politik sudah tak terhindarkan lagi. Kalau tidak, maka dukungan dan persekutuan demikian tidak sah dan tidak layak dilakukan.
sebelumnya bagian I bersambung ke bagian III
Ditulis oleh Leon Kastayudha, Co-editor Bumi Rakyat, Kader KPO PRP.
[1] Engels menyinggung pemecatan dua anggota sayap kiri (salah satunya Trier) Komite Eksekutif Partai Sosialis Denmark dari partai, karena mereka menentang pembentukan blok dengan Venstre, partai borjuis radikal Denmark.
[…] bersambung ke bagian II […]
[…] bagian II bersambung ke bagian […]