Pernyataan Sikap Gerakan Masyarakat Untuk Demokrasi, 15 Juni 2016
Walaupun dalam 1 minggu terakhir belum ada lagi kabar tentang pelarangan atau pembubaran acara-acara diskusi, pemutaran film maupun kegiatan berekspresi lainnya, namun peristiwa pelarangan dan pembubaran acara-acara yang dituduh ‘komunis’ dalam beberapa bulan terakhir masih saja merisaukan. Kerisauan ini sedikit banyak lahir dari ingatan atas sejarah orde baru yang tidak kenal pada demokrasi dan telah meninggalkan banyak korban serta kemunduran-kemunduran selama 32 tahun.
Kerisauan ini juga berdasar dari masih didiamkannya pelaku-pelaku yang membubarkan dan melarang acara tersebut, dan masih dibenarkannya argumen aparat dalam (ikut) melarang dan membubarkan suatu acara, yakni ‘agar situasi kondusif’ atau ‘karena ada penolakan dari unsur masyarakat’. Dengan argumen begitu saja, aparat sudah sama sekali tidak mengerti hakikat demokrasi yang justru membekingi unsur masyarakat yang anti demokrasi.
Terakhir kali, seorang wartawan telah jadi korban intimidasi saat sedang melakukan tugasnya meliput sebuah simposium bertema “Mengamankan Pancasila dari Kebangkitan PKI”. Namun kasus intimidasi tersebut masih juga didiamkan. Aparat TNI yang menyalahi wewenangnya dalam men-sweeping buku juga masih didiamkan. Bagi kami, ini tanda bahwa kesalahan belum diakui sebagai kesalahan, sehingga hal yang sama masih sangat mungkin untuk terulang.
Namun bukan itu saja. Meningkatnya tindakan militerisme dan intoleransi dalam tahun ini juga dikarenakan oleh masih dipeliharanya struktur komando teritorial yang mendorong ikut campurnya tentara dalam urusan-urusan sipil. Bahkan tentara telah berpotensi menjadi institusi yang independen dari negara dengan lahirnya kesepakatan-kesepakatan kerjasama (MOU) tentara dengan berbagai pihak layaknya ‘bisnis keamanan’. Disamping itu, peraturan-peraturan yang berpotensi mengekang kebebasan terus bermunculan. Dari UU Ormas, RUU Keamanan Nasional, sampai pada prosedur-prosedur kepolisian yang melangkahi demokrasi.
Bagi kami, kesemua hal itu adalah masalah sistem secara keseluruhan yang masih belum menempatkan rakyat sebagai tujuan membangun negara; belum menempatkan demokrasi sebagai syarat pencapaian tujuan-tujuan rakyat.
Dalam kesempatan ini kami kembali mengingatkan pemerintah untuk menghormati hak berdemokrasi warga negaranya, memberi sanksi kepada pihak-pihak yang melawan demokrasi, sekaligus mencegah kembalinya militer di dalam urusan-urusan sosial-politik. Demikian aksi ini juga merupakan seruan kepada rakyat bahwa Demokrasi hanya mungkin tegak jika rakyat berinisiatif melakukan perlawanan terhadap tindak-tindak militerisme, dan tidak lengah untuk tetap merapatkan barisan demokrasi!
Comment here