Minggu, 1 Mei 2016. Tahun ini, perayaan Hari Buruh Sedunia (May Day) di Yogyakarta dilakukan dengan aksi massa oleh gabungan dua aliansi yaitu Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta (ARPY) dan Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY).
Ini adalah persatuan pertama setelah setidaknya diupayakan pada dua kali May Day sebelumya. Sementara itu, terdapat moderasi dan upaya pemecahan konsentrasi keterlibatan buruh dan rakyat pada Aksi May Day oleh dinas pemerintah kabupaten/kota. Upaya itu dilakukan dengan bentuk kegiatan non-aksi massa seperti jalan sehat berdoorprize[1] Dinsosnakertrans Pemkot Yogyakarta bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Jogja mengadakan jalan sehat. Moderasi lain dilakukan dengan menyebarkan wacana bahwa bentuk kegiatan selain aksi massa/demontrasi dianggap lebih positif.[2]
Sebenarnya, ABY juga pernah melakukan hal yang sama. ABY memoderasi gerakan buruh dengan memilih jalan sehat bersama pemerintah DIY di Hari Buruh 2014[3] dan 2015[4]. Sementara elemen-elemen di dalam ARPY di tahun-tahun sebelumnya konsisten merayakan Hari Buruh Sedunia dengan aksi massa.
Pada May Day 2016, kedua front yang memiliki perbedaan perspektif dan tradisi dalam memperingati May Day bersatu dalam barisan aksi massa. Melihat sejarahnya, proses persatuan ini bukanlah hal yang mudah. Elemen-elemen yang kemudian membentuk ARPY membuka peluang bagi adanya persatuan atas dasar: kebebasan propaganda dan demokratis. Dari pertemuan sebelum 1 Mei, didapat kesepakatan bahwa ABY akan start dari Tugu pada pukul 07:00 dan kemudian konvoi menuju Parkir Abu Bakar Ali. Di parkir Abu Bakar Ali, front ARPY dan ABY akan berjalan bersama menuju Titik Nol KM Yogya.
Dalam aksi yang diikuti sekitar 1000 orang ini, berbagai organisasi mengeluarkan selebaran propagandanya masing-masing. Front ARPY yang merupakan aliansi yang terdiri 50 lebih organisasi dan jaringan baik buruh, mahasiswa, tani, kaum miskin kota, PRT, buruh gendong, becak motor, seniman, LSM, ormas dan organisasi politik, menyerukan semangat may day untuk merebut demokrasi seluas-luasnya untuk kesejahteraan rakyat.
Dengan adanya kebebasan propaganda di ARPY, elemen yang tergabung di dalamnya juga mengeluarkan propaganda khususnya. Lingkar Studi Sosialis (LSS) menyerukan persatuan antara kaum muda, buruh dan rakyat tertindas lainnya. Solidaritas Perjuangan Demokrasi (SPD) mempropagandakan perlunya melawan gerakan fasis, rasis, seksis oleh kelompok reaksioner/ultra kanan, melalui solidaritas, persatuan, dan mobilisasi rakyat. KPO PRP selain membagi-bagikan selebaran “Lawan Kriminalsasi, Rebut Demokrasi” juga mendistribusikan koran Arah Juang dan Bumi Rakyat. Sementara itu FPBI cabang Yogyakarta menyebarkan selebaran yang menyerukan Konsolidasi Politik Gerakan Buruh, Cabut PP no. 78, tolak pasar bebas, dan seruan buruh memimpin gerakan rakyat. Militan Indonesia dengan korannya, dan LBH Yogyakarta menyebarkan buletin SAKSI-nya.
Dalam orasinya, LSS membuka kembali sejarah mayday, bahwa kemenangan pemotongan jam kerja dari 12-16 jam kerja menjadi 8 jam kerja melalui aksi massa jutaan buruh. Perjuangan buruh tidak boleh berhenti hanya pada kepentingannya, Selama sistem kapitalisme berjalan, buruh akan terus dieksploitasi dan ditindas. Perjuangan harus diteruskan untuk menggulingkan kapitalisme dengan memimpin persatuan rakyat tertindas lainnya.
Komite Perjuangan Perempuan (KPP) menyerukan permasalahan yang dialami perempuan seperti kekerasan seksual, diskriminasi perempuan baik di tempat kerja dan rumah berakar pada kapitalisme. Pembebasan perempuan hanya bisa dilakukan dengan merobohkan kapitalisme.
Pembebasan dalam orasinya menyatakan untuk berhati-hati dalam persatuan. Persatuan harus dilakukan secara revolusioner bukan bersatu kepada elit-elit serikat buruh dan elit politik kaki tangan kapitalis. Sementara itu KPO PRP menjelaskan pentingnya kelas buruh untuk terlibat dalam perjuangan demokrasi.
Aksi May Day dicederai dengan tindakan tidak demokratis. Komitmen bersama pada konsolidasi, untuk mengomunikasikan teknis saat aksi tidak berjalan baik. Saat aksi berlangsung, beberapa kali korlap dari ABY bertindak tidak demokratis. Semisal, dengan mengeluarkan ancaman “ARPY silakan meninggalkan jalannya aksi”. Bahkan, mengancam massa aksi yang tidak menuruti perintahnya dipersilakan untuk ditangkap oleh pihak kepolisian. Kesepakatan di awal aksi untuk membentuk dua lajur barisan (ABY di sisi kiri jalan dan ARPY di kanan) tidak dilakukan. Ruang orasi tidak dibagi secara adil. ABY secara sepihak mengakhiri aksi pada pukul 12.00 meski ARPY belum selesai menyampaikan orasi-orasinya. Saat ABY mendeklarasikan organisasi massanya, terdapat instruksi yang menurunkan bendera organisasi-organisasi yang dibawa massa aksi bahkan di luar aliansi ABY. Tindakan ini jelas melanggar kebebasan propaganda yang telah disepakati. Sebagai protes, Lingkar Studi Sosialis memilih untuk keluar sementara dari barisan saat dilakukannya deklarasi tersebut. Setelah deklarasi tersebut, ABY mengakhiri aksi dan menarik massanya mundur. Ini diikuti juga oleh FPBI, SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia), Militan serta Libertas.
Sementara Giyanto sebagai Koordinator ARPY menegaskan bahwa ARPY menghargai prinsip demokrasi dan menghargai semua organisasi serta individu yang terlibat dalam aksi May Day kali ini. Oleh karena itu ARPY akan tetap di Titik Nol KM agar bisa memberikan kesempatan bagi semua organisasi dan individu untuk berorasi menyampaikan pendapatnya. Aksi ARPY diakhiri setelah semua diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan dengan menyanyikan lagu Internasionale. (imk, ks)
[1] http://lpmarena.com/2016/05/02/dinas-pemerintahan-pecah-konsentrasi-massa-aksi/
[2] Bendahara Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Jogja Purwo Hariyanto mengatakan, acara ini bertujuan memperingati hari buruh dengan cara positif. http://jateng.metrotvnews.com/bisnis/VNx68BBk-may-day-buruh-yogya-ramai-ramai-jalan-sehat
[3] http://jogja.tribunnews.com/2014/05/02/buruh-yogya-gelar-jalan-sehat-peringati-may-day
[4] http://lpmarena.com/2015/05/01/jalan-sehat-bentuk-protes-lain-aliansi-buruh-yogyakarta/
Comment here