Imperialis Australia melakukan perampasan terhadap sumber daya alam rakyat Timor Leste. Ini diawali dari perundingan batas maritim antara Australia dan Indonesia pada tahun 1971 dan 1972 yang kemudian dijalankan pada November 1973, yang mana memberikan keuntungan paling besar terhadap Australia. Kesepakatan tersebut berlandaskan prinsip landas kontinen yang menguntungkan Australia. Karena Portugal tidak terlibat dalam penentuan kesepakatan tersebut maka tidak ditentukanlah garis batas Timor Portugis (kini Timor Leste) dengan Australia, karenanya muncul istilah Celah Timor (Timor Gap).
Sejak perjanjian 1972 Indonesia dan Australia berbagi 50 – 50 atas wilayah laut yang mereka duduki secara illegal tersebut. Pada 11 Desember 1991 Australia dan Indonesia memberikan kontrak bagi produksi minyak kepada Philips Pertroleum (kemudian menjadi Conoco Philips), Royal Dutch Shell, Woodside Australian Energy (kemudian menjadi Woodside Petroleum) guna mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi alam di Celah Timor.
Philips petroleum melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada ladang minyak dan gas Bayu-Undan. Timor Leste mendapatkan 90% dari royaltinya, namun, cadangan minyak di ladang Bayu-Undan ini sudah akan habis. Woodside Australian Petroleum bersama BHP dan Shell mengekspoitasi cadangan minyak di ladang Laminaria-Corallina. Mereka mengeksploitasi lebih dari 100 juta barel. Pemerintah Australia mendapatkan keuntungan lebih dari US$ 900 juta. Ladangan gas ini hampir habis sedangkan rakyat Timor Leste tak mendapatkan apa-apa.
Sedangkan ladang minyak dan gas lainnya, Greater Sunrise, yang ditemukan pada 1975, dan akan dieskploitasi, namun dinyatakan sesuai dengan kesepakatan 1989, 20% potensi gas-nya berada di daerah JPDA (Daerah Pertambangan Minyak bersama) sedangkan 80%-nya berada di wilayah maritim Australia. Meski kesepakatan 1989 tersebut ilegal, pasca terbentuknya Republik Demokratik Timor Leste, pemerintah Australia tetap menggunakan kesepakatan tersebut dan tidak mengindahkan tuntutan dari Negara yang baru saja lahir itu.
Padahal apabila digunakan konsep batas kemaritiman Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), maka, sebagian besar wilayah ladang minyak Greater Sunrise berada dalam wilayah kemaritiman Timor Leste, sebab posisi Greater Sunrise berada 140 Km dari batas pantai Timor Zeste dan ZEE berada sepanjang 220 Mil dari bibir pantai Timor Leste. Ladang Minyak-gas Greater Sunrise ini diperkirakan senilai US$ 40 Miliar.
Jadi meskipun, menggunakan kesepakatan bagi hasil 50:50 yang tertuang dalam kesepakatan 1989, pemerintah Australia tetaplah mendapatkan keuntungan terbesar sebab Australia mengklaim 80% batas wilayah ladang minyak Greater Sunrise berada dalam otoritas kewilayahannya.
Setelah referendum pada 30 Agustus 1999, rakyat Maubere menentukan sikap untuk menolak integrasi dan menyatakan dirinya sebagai bangsa merdeka, dengan nama Timor Leste. Namun sejak berdiri pemerintahan di Republik Timor Leste, tetap saja pemerintah Australia tidak bersedia untuk menentukan batas maritim yang baru. Padahal, batas maritim yang digunakan oleh Pemerintah Australia berdasarkan perundingan 1971 dan 1972 tidak melibatkan Portugis di satu sisi. Maka, dari itu, kesepakatan yang tetap dijalankan hingga saat ini sesungguhnya illegal. Dan Sejak Timor Leste merdeka sebagai suatu Negara Bangsa, setidaknya lebih dari $ 5 Miliar US yang di dapat oleh pemerintah Australia dari eksploitasi minyak lepas pantai.
Pemerintah Australia melakukan berbagai siasat keji guna tetap mengklaim batas wilayah kemaritiman tersebut: Pertama, dengan keluar dari proses internasional untuk menyelesaikan sengketa perbatasan laut berdasarkan HukumLaut (UNCLOS) dan ICJ, agar Timor Leste tak membawa kasus perbatasan maritim ini kepihak ketiga sebagai penengah; Kedua, pemerintah Australia melakukanpenyadapan (spionase) pada ruang sidang kabinet selama perjanjian Pengaturan Maritim tertentu di Laut Timor (CMATS) berlangsung sehingga Australia mendapatkan informasi yang menguntungkan selama proses negosiasi berlangsung. Namun CMATS bukanlah perjanjian perbatasan laut melainkan perjanjian pengaturan sementara sampai perjanjian sesungguhnyatercapai; Ketiga, pemerintah Australia menolak menggunakan konsep batasmaritim berdasarkan prinsip garis tengah atau prinsip sama jarak (median line or equidistance line principle) padahal saat sengketa wilayah maritim dengan Selandia Baru, Australia menggunakan prinsip garistengah (median line).
Dalam sengketa batas maritim antara Timor Leste dan Australia, jelas pemerintah Australia melakukan penjajahan atas sumber daya alam yang dimiliki oleh Timor Leste. Meski dalam beberapa hal mengakui prinsip garistengah, pemerintah Australia mengingkari prinsip tersebut demi mendapatkan akumulasi capital atas eksploitas besar-besaran dari cadangan gas dan minyak di celah timork hususnyaLadang Greater Sunrise.
Berangkat dari penjajahan Imperialis Australia atas sumber daya alam yang dimiliki oleh Timor Leste, beberapa hari kedepan, tanggal 22-23 Maret Rakyat Timor Leste akan melakukan protesbesar-besaran terkait dengan sengketa perbatasan denganImperialis Australia, protes serupa yang dilakukan di Melbourne, Sydney, Adelaide, New York, Jakarta dan kota-kotalainya. Kita rakyat Indonesia harus menyambut tidak hanya dengan suka cita semata tetapi dengan dukungan aktif. Mari kita bersolidaritas dan yang paling berarti dari solidaritas kita adalah dengan membangun gerakan kita sendiri untuk mendukung hakdemokrasi dankedaulatan Timor Leste.
Dalam dukungan terhadapPerjuangan Atas Hak Demokratisd anKedaulatan Timor Leste kami Front Perjuangan Demokrasi (FPD) menyatakan :
- Pemerintah Australia segera keluar dari batas maritim Timor Leste;
- Pemerintah Australia untuk segera berdialog dengan Timor-Leste melalui Mahkamah Internasional dan Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut;
- Pembagian hasil yang lebih besar atas keuntungan yang sudah didapat dari eksploitasi ladang Minyak yang akan habis, misalnya Laminaria-Corallina;
- Akui Kedaulatan Republik Demokratik Timor Leste dan Hentikan Spionase dan Penyadapan;
- Menyerukan solidaritas rakyat dunia internasional dan rakyat Australia untuk bersama-sama rakyat Maubere memperjuangkan Hak Demokratis dan Kedaulatan Timor Leste.
Viva Maubere, A Luta Kontinua!
Cp : 082 225 434 796 (Ahmad H)
Front PerjuanganDemokrasi (FPD) (PEMBEBASAN, SEKBER, RETHOR, AMTL, RBR, PPR, KPO PRP)
Comment here