Aksi

Massa Pro Demokrasi Melancarkan Aksi Tandingan Terhadap Kelompok Reaksioner

Aksi SPD 1Pada hari Selasa, 23 Februari, ratusan orang dari berbagai organisasi dan individu yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Demokrasi (SPD) melancarkan aksi tandingan terhadap aksi Angkatan Muda-Forum Ukhuwah Islamiyah (AM-FUI).

AM-FUI sendiri merencanakan aksi menolak LGBT di Titik Nol KM. Di dalam selebarannya, AM FUI menyerukan pemberian hukuman kepada LGBT dengan dibakar, rajam atau dijatuhkan dari tempat tinggi. Ini merupakan kebiadaban yang sama yang sudah dipraktekan oleh ISIS di daerah yang mereka kuasai (Sumber : Dailymail )

Sementara SPD merencanakan aksinya dimulai di McDonald Sudirman dan rally ke Tugu Yogyakarta. Didalam SPD sendiri terdapat kawan-kawan LGBT, aktivis perempuan, waria, mahasiswa, kawan-kawan Papua, aktivis kiri, buruh, aktivis LSM, pekerja hukum, dosen dan bahkan pemuka agama. Sementara SPD mengecam dan menentang homofobia, transfobia, diskriminasi, intimidasi, fasisme, rasisme, sikap intoleran, stigma dan kekerasan terhadap kelompok minoritas. SPD juga menyerukan kepada seluruh elemen pro demokrasi dan rakyat untuk melakukan konsolidasi gerakan dan solidaritas untuk merebut kembali ruang-ruang demokrasi.

Sudah sebelum aksi diselenggarakan pihak kepolisian berupaya untuk menggembosi aksi SPD. Dengan mengirimkan pesan ke berbagai organisasi meminta untuk menunda aksi. Beredar juga broadcast dari AM FUI yang akan membubarkan aksi serta memburu yang bertanggung jawab dalam aksi. Bahkan AM FUI mengancam akan membuntuti hingga ke tempat tinggal penanggung jawab aksi. Namun SPD tetap terus melanjutkan keputusan untuk melancarkan aksi tandingan dan menyebarluaskan seruan solidaritas.

Sekitar pukul 1 siang massa SPD mulai berdatangan, aparat kepolisian juga berusaha membujuk SPD untuk membatalkan aksinya. Sekitar pukul 3 sore massa SPD mulai berbaris dan bersiap-siap untuk rally ke Tugu. Spanduk, poster dan perlengkapan aksi mulai dibagikan ke massa aksi.

Namun belum sempat bergerak, polisi sudah membuat barikade menghadang massa aksi SPD. Pihak kepolisian melarang massa aksi untuk bergerak ke Tugu. Polisi kemudian mempermasalahkan berbagai hal teknis terkait dengan aksi tersebut. Seperti surat pemberitahuan aksi, tidak jelas siapa koordinatornya bahkan termasuk mengatakan bahwa aksi tersebut mengancam ketentraman Yogyakarta.

Massa dengan kompak menjawab bahwa polisi sudah lama melindungi kelompok-kelompok reaksioner yang justru mengancam ketentraman. Massa meneriakan berbagai kasus penyerangan terhadap ruang-ruang demokrasi yang dilakukan oleh kelompok reaksioner dan dibiarkan atau bahkan dilindungi oleh kepolisian. Seperti kasus penyerangan LKiS, pembubaran pemutaran “Senyap” di UGM, upaya pembubaran pemutaran “Senyap” di UIN serta penyerangan terhadap aksi mahasiswa Papua menuntut hak menentukan nasib sendiri, dsb. Tim Negosiator SPD juga menyatakan dengan tegas bahwa surat pemberitahuan sudah diberikan kepada pihak kepolisian.

Massa aksi SPD kemudian memutuskan untuk menerobos barikade aparat kepolisian. Setelah terjadi dorong-dorongan, kekuatan massa SPD berhasil menerobos barikade aparat kepolisian, beberapa polisi terlihat jatuh dan mundur kebelakang. Massa SPD kemudian berusaha bergerak ke jalan Sudirman yang mengarah ke Tugu. Namun tidak jauh kembali dihadang dengan aparat keamanan yang berjumlah lebih banyak lagi.

Sepanjang aksi massa menerikan yel-yel seperti: Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan! Rakyat Bersatu Lawan Homofobia! Rakyat Bersatu Lawan Rasisme! Dsb. Sejak awal aksi hingga selesai terjadi belasan kali dorong-dorongan antara massa aksi SPD dengan pihak kepolisian.

Dalam aksi dorong-dorongan tersebut, tanpa provokasi dari massa aksi, aparat kepolisian mengambil kesempatan untuk melakukan penganiayaan terhadap massa aksi. Beberapa massa aksi perempuan diinjak-injak, sementara yang lainnya mengalami pemukulan. Penganiayaan tersebut berakibat sedikitnya 10 orang mengalami luka ringan dan satu orang luka di bagian perut. Pihak kepolisian juga menangkap satu orang peserta aksi. Peserta aksi tersebut ditangkap ketika membela seorang perempuan massa aksi yang dipukuli oleh polisi.

Sekitar pukul 4 sore, massa aksi mendapatkan kabar bahwa massa AM FUI yang melakukan aksi di Titik Nol KM sudah berpindah ke Tugu. Massa SPD kemudian berusaha untuk menembus barikade aparat kepolisian menuju Tugu, namun tidak berhasil. Massa aksi tetap bertahan dan tidak akan bubar hingga AM FUI membubarkan diri.

Aksi kemudian diisi dengan orasi-orasi dari berbagai organisasi dan individu serta pembacaan pernyataan sikap. Latar belakang aksi SPD sendiri tidak bisa dilepaskan dari perjuangan panjang demokrasi khususnya di Yogyakarta. Perjuangan tersebut tidak terlepas dari berbagai perdebatan yang terjadi antara berbagai kelompok gerakan pro demokrasi di Yogyakarta.

Secara umum terkait dengan persoalan apakah kita bisa mengharapkan negara untuk menegakan hukum pada kelompok-kelompok reaksioner yang melakukan serangan terhadap demokrasi? Ataukah rakyat harus percaya pada kekuatannya sendiri untuk melawan serangan-serangan kelompok reaksioner tersebut. Hal tersebut bersamaan dengan semakin meningkatnya serangan-serangan kelompok reaksioner terhadap ruang-ruang demokrasi, khususnya di Yogyakarta.

Kemajuan dalam gerakan pro demokrasi bisa dikatakan ditandai dengan keberhasilan pemutaran film “Senyap” di UIN. Ditengah ancaman penyerbuan oleh FUI dan upaya penangkapan oleh aparat kepolisian. Berbagai organisasi yang menjadi panitia dan pendukung pemutaran tersebut kemudian bersatu membentuk Front Perjuangan Demokrasi (FPD).

Dalam perjalanannya FPD berhasil mempertahankan berbagai ruang demokrasi. Seperti melakukan mobilisasi saat pemutaran sidang IPT di Social Movement Institute mendapat ancaman; bersolidaritas dalam aksi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang mendapat ancaman dari Front Jogja Anti Separatis (FJAS); mengintervensi dengan propaganda anti rasisme saat diskusi di UIN yang menghadirkan FJAS; termasuk beberapa hari lalu berhasil menyelenggarakan diskusi IPT di UIN, yang sebelumnya dibatalkan di berbagai tempat karena ketakutan ancaman serangan kelompok reaksioner.

Walaupun aksi SPD tidak berhasil mencapai Tugu Yogyakarta namun aksi SPD merupakan aksi pertama yang dirancang secara sadar untuk menanding aksi dari kelompok-kelompok reaksioner. Ini merupakan sebuah kemajuan lagi dalam gerakan pro demokrasi. Tentunya menjadi pelajaran berharga bagi kelas buruh dan rakyat dalam perjuangannya melawan serangan-serangan dari kelompok reaksioner (da, imk)

Loading

Comments (1)

  1. Fight racism, fight capitalism! and build socialism!

Comment here