Pojok

Editorial Koran Arah Juang III

Arah Juang IIISetelah lama tak muncul, Edisi 3 Arah Juang ini memiliki makna istimewa bagi kami. Setelah berkongres selama beberapa waktu kami menguatkan kembali komitmen terhadap pembangunan propaganda ide-ide revolusioner. Sesuatu yang minim atau mungkin ditinggalkan dalam perkembangan gerakan hari ini. Sementara bagi kami komitmen pembangunan propaganda ide-ide revolusioner tersebut terkait erat tanpa bisa dipisahkan dengan pembangunan sebuah Partai Revolusioner.

Demikian Arah Juang kali ini beruntung dihadiahi masa gejolak perlawanan atas upah murah dan kenaikan harga BBM yang sedang merebak dimana-mana. Bahkan koran ini diselesaikan pengerjaannya disaat aksi tutup kawasan buruh di Bekasi telah dibubarkan paksa dan 8 orang pejuangnya ditangkap. Sebelumnya, respon penolakan atas UU Pilkada yang juga sempat meningkatkan intensitas berlawan rakyat telah sekaligus berperan mengasah sensitivitas rakyat terhadap pemunduran demokrasi. Arah Juang edisi ini coba memaparkan perspektif terhadap perlawanan-perlawanan rakyat tersebut.

Namun seperti bayangan yang mengikuti, “akrobat politik” dua koalisi besar partai (pemodal) di dalam parlemen hasil Pemilu 2014 masih ikut mengintai dan mengiringi gejolak perlawanan rakyat. “Perdamaian” KIH-KMP yang sempat menyejukkan banyak kalangan terkhusus kalangan bisnis, ternyata belum mampu membubarkan dua koalisi besar tersebut. KMP bahkan masih terus menyolidkan barisannya sampai ke tingkat daerah; suatu hal yang belum pernah terjadi dalam sejarah politik di Indonesia pasca reformasi. KIH yang berada di eksekutif tidak mau kalah, mereka membuat “kegilaan baru” atas penemuan “ilusi baru” dalam bentuk blusukan.

Pemilu 2014 sendiri, bagaimanapun, telah melahirkan ‘keunikan’ tersendiri dalam jalan berpikir rakyat yang lebih sayang pada ‘tokoh populis’nya ketimbang dirinya sendiri. Hal itu sering pula dilegitimasi dan diwakili para aktivis yang sebelumnya berbicara cukup panjang mengenai perlawanan dan keberpihakan terhadap rakyat. Pasti lah peristiwa Pemilu 2014 (sejak Pileg hingga Pilpres) memberi sumbangan penting atas konstruksi atau bangunan berpikir rakyat pada saat ini. Untuk itu lah Arah Juang edisi kali ini terutama coba menghadirkan suatu pelajaran dari Pemilu 2014 yang berusaha membantu kita menemukan arah serta estimasi terhadap satu-dua langkah perjuangan kita kedepan.

Demikian hal tersebut berhubungan dengan gejolak di dunia internasional yang telah ikut serta memunculkan “kepahlawanan” barbarisme ala ISIS. Ini perlu dicermati sebagai kecenderungan menguatnya gerakan politik sayap kanan ditengah krisis kapitalisme, yang di beberapa negara (gerakan tersebut) justru memiliki pertalian erat dengan Imperialisme-kapitalisme. Pada bagian internasional kami menawarkan sebuah cara untuk melihat dan memahami persoalan ISIS dan politik sayap kanan-fundamentalis.

Politik sayap kiri pada umumnya adalah politik kelas; politik yang terus-menerus memajukan kelas-kelas tertindas; bukan suku, agama atau ras tertentu yang didalamnya juga pasti terdapat kelas-kelas sosial. Kini, ketika kelas buruh dan rakyat tertindas telah berusaha bangkit dari tidur panjangnya, tindakan mengulang-ulang kebohongan sejarah serta intimidasi psikologis terhadap ‘komunisme’ adalah kebutuhan bagi penguasa modal yang sedang ketakutan. Ini tentu belum sampai pada titik dimana setiap perlawanan rakyat akan dituduh sebagai ‘komunis’. Namun karena itu pula, penjelasan tentang sejarah peristiwa-perisitiwa yang berhubungan dengan gerakan kelas buruh dan rakyat masih lah teramat penting.

Pada edisi ini kita mendapat bantuan dari film “Senyap” (The Look of Silence) karya Joshua Openheimer, yang merupakan kelanjutan dari film “Jagal” (The Act of Killing) karya pertamanya. Semoga pada edisi kedepan kami dapat konsisten memberi uraian peristiwa-peristiwa sejarah sebagai penopang orientasi budaya dan politik kita.

Pada akhirnya, kami redaksi Arah Juang mengajak kita semua kaum revolusioner dan kaum buruh sadar kelas untuk menyebarluaskan koran ini setelah membacanya. Karena selain perlawanan-perlawanan rakyat yang memang harus kita geluti sebagai pelopor, kita butuh kekuatan utama yang berasal dari ketajaman perspektif dan program kita bagi upaya membangun kepemimpinan gerakan yang revolusioner. Demikian, selamat membaca dan mengabarkan.

Redaksi

Loading

Comment here