Pojok

Pernyataan Sikap Bersama : Rejim Jokowi Semakin Keji dan Brutal Terhadap Aksi-Aksi Rakyat

Jokowi Baret MerahGagalkan Kenaikan Harga BBM, Satukan Perlawanan Rakyat !

Kebijakan menaikkan harga BBM oleh Jokowi – JK, menunjukkan bahwa rejim Jokowi – JK memang tak ada bedanya dengan pemerintahan neoliberal sebelumnya. Tapi bukan hanya itu, komitmen Jokowi untuk tetap mempertahankan demokrasi justru terlihat mulai “diberaki” oleh dirinya sendiri.  Hak-hak rakyat untuk bersuara dan melawan sekuat-kuatnya kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan rakyat banyak adalah HAK DEMOKRASI yang harus dijaga dan dilindungi oleh pemerintah beserta aparat keamanannya. Perlawanan terhadap kebijakan Jokowi-JK menaikkan harga BBM, adalah bagian dari hak demokrasi rakyat.

Tetapi yang kita saksikan, walau pemerintahan Jokowi-JK baru memerintah kurang dari dua bulan teramat banyak aksi-aksi rakyat yang terus direpresif oleh aparat hingga telah mengambil nyawa para pejuang rakyat. Arif seorang rakyat sejati yang melawan dengan gagah berani bersama kawan-kawan  mahasiswa Makassar telah gugur akibat kekerasan aparat. Atas gugurnya Arif, respon Presiden Jokowi, sungguh memalukan dengan menyatakan, “itu adalah urusan polisi”. Padahal dirinya dan semua orang tahu bahwa kepolisian berada dibawah kekuasaannya. Sehingga layak kiranya kita beritahu, “Hei, Jokowi, anda tidak bisa lepas tangan, anda lah yang harus bertanggungjawab atas gugurnya Arif.”

Tindakan keras aparat dalam menghentikan aksi-aksi demonstrasi tak berhenti akibat gugurnya Arif. Bahkan polisi saat ini bak layaknya sekelompok geromboran yang haus darah dan terlihat semakin keji dan brutal. Sementara perlawanan atas kenaikan harga BBM walau terus direpresif telihat bukannya surut, melainkan terus berlanjut.

Di Jakarta, Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) yang merupakan persatuan dari organisasi mahasiswa, buruh, rakyat miskin telah melancarkan perlawanan pada tanggal 26 November lalu. Dan aksi-aksi lanjutan terus dilakukan. Hingga kemarin 3 Desember, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) yang merupakan persatuan mahasiswa di dalam PPRI, kembali turun ke jalan.

Lagi-lagi aparat merepresi aksi ini. Data sementara  tidak kurang dari 9 orang  kaum muda-mahasiswa yang dengan gagah berani melawan, di tangkap dan sejumlah lainnya terluka berdarah-darah.

Jokowi – JK harus segera bertanggungjawab untuk menghentikan seluruh tindakan brutal dan tindakan haus darah yang dilakukan oleh apara kepolisian, bawahannya. Kekerasan yang dilakukan terhadap para rakyat tidak akan pernah membuat perlawan surut melainkan semakin memperkuat keyakinan, bahwa rejim Jokowi-JK adalah rejim ANTI RAKYAT, sekaligus ANTI DEMOKRASI.

Kita sadar bahwa, perlawanan rakyat terhadap kenaikan BBM, bangkit ditengah pertikaian para elit politik saat ini, yang telah terbagi menjadi kubu KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat).

Kami nyatakan bahwa para elit di negeri ini, seluruh parpol di negeri ini (baik parpol di KMP maupun KIH) justru menjadi sumber kehancuran dan kebobrokan negeri ini. Telah lama mereka menjadi tempat bersarangnya para perampok uang rakyat; mereka tak pernah bersuara di saat jutaan buruh mogok, menuntut kesejahteraan, hak mendapatkan pekerjaan (penghapusan sistem kerja kontrak-outsourcing) dan lainnya. Sehingga perseteruan antara partai-partai di KMP dengan partai-partai di KIH bukanlah urusan rakyat, melainkan persoalan para elit negeri ini, dan persoalan segelintir elit di relawan Jokowi dan segelintir elit di barisan pendukung Prabowo.

Sementara Rakyat terus menemukan jalan perlawanannya yang benar. Setelah berdemonstrasi melawan kelompok partai di KMP yang ngotot untuk menjadikan Pilkada dipilih oleh DPRD, kini rakyat terus bergerak melawan pemerintahan Jokowi-JK yang terbukti sebagai rejim yang pro pada ekonomi kapitalisme neoliberal dan anti rakyat.

Kita lihat seluruh kebijakan ekonomi dan politik Jokowi, justru menunjukkan bahwa Jokowi hanya peduli pada modal, pada masuknya investasi asing. Sementara terhadap rakyat: penggusuran, upah murah, sistem kerja outsourcing, represif, penarikan/penghapusan subsidi dan kebijakan neoliberal lainnya terus berlanjut. Sementara disisi lain “tampilan populis” Jokowi tetap dilakukan untuk menutupi semua kebijakan anti rakyat ini, dengan tujuan “rakyat” terus tersihir bahwa ia adalah presiden rakyat.

Kita harus sadar, bahwa negeri ini tidak boleh digantungkan pada figur semacam Jokowi. Kita dapat belajar dari pengalaman bagaimana rakyat terilusi oleh Megawati, yang dianggap sebagai figur yang membawa perubahan karena dia adalah keturunan Soekarno. Rakyat pun tersadar bahwa Megawati pro rakyat hanyalah ilusi, begitu pula pengalaman bagaimana rakyat terilusi dengan SBY. Dan kini ilusi Jokowi sebagai agen perubahan, secara cepat mulai lenyap seiring dengan praktek-praktek kebijakan ekonomi neoliberalnya.

Sikap Kita

Pertama, dari perjalanan pemerintahan selama ini sejak Soeharto hingga Jokowi-JK saat ini membuktikan bahwa pemerintah dan partai-parti politik yang ada terus mempertahankan kebijakan ekonomi kapitalisme neoliberal, yang bahkan di seluruh belahan dunia telah diakui sebagai sebuah sistem ekonomi yang gagal menyejahterahkan rakyat, menindas kaum pekerja, kaum tani dan rakyat miskin, hanya membuat orang kaya (para pengusaha/pemilik modal, para pejabat, jenderal) semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, menjadikan seluruh hak-hak dasar rakyat menjadi barang dagangan, menyingkirkan kaum perempuan. Oleh karenanya, sistem kapitalisme neoliberal ini harus dilawan, dilenyapkan dan diganti dengan sistem ekonomi yang berkeadilan untuk rakyat banyak ketimbang untuk orang kaya dan para pejabat. Sistem ekonomi ini sebenarnya telah juga diperkenalkan oleh para pendiri republik ini, yaitu sistem ekonomi sosialisme.

Kedua, bahwa untuk merubah keadaan, tidak dapat mengandalkan pada figur tertentu seperi Jokowi, atau Prabowo.  Kesimpulan ini harus menjadi prinsip perjuangan itu. Keadaan hanya dapat kita berubah jika kita memang memiliki kekuatan politik sendiri, yang dikenal dengan partai politik. Para penguasaha, para pejabat dan pengusaha yang mempertahankan ekonomi yang tidak adil ini semuanya telah membangun kekuatan politknya, membangun partainya. Rakyat, kaum buruh, kaum tani, para sopir, mahasiswa, nelayan, kaum miskin perkotaan dan desa harus memiliki agenda perjuangan politik membangun partainya sendiri. Sehingga perjuangan ekonomi yang memang setiap hari kita perjuangkan, dan organisasi massa (serikat buruh, oganisasi nelayan, tani, mahasiswa, rakyat miskin) yang terus dikembangkan harus ditambahkan dengan tugas membangun persatuan seluruh kekuatan rakyat ini, membangun persatuan untuk membangun partai sejati kita. Terbentuknya partai politik dari hasil persatuan ini, maka kekuatan kita akan mampu berhadapan dengan kekuatan politik elit saat ini.

Ketiga, terus melancarkan perjuangan massa terus menerus saat hak-hak kita dirampas, saat kesejahteraan kita tidak meningkat, disaat penindasan terus terjadi. Terus memperbesar persatuan, solidaritas dan perlawanan massa seperti bentuk-bentuk mogok nasional atau mogok massal atau perlawanan massal serentak nasional baik tuntutan ekonomi maupun politik.

Demikian pernyataan dan seruan dari kami.

Salam juang, persatuan dan solidaritas dari kami.

Jakarta, 4 Desember 2014

Sutoni – Koordinator Nasional Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)

Daniel Halim – Koordinator Nasional Sentra Gerakan Muda Kerakyatan (SGMK)

Mika Darmawan – Sekretaris Jenderal Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO-PRP)

Loading

Comments (1)

  1. Cool bro, but it sounds like Communism to me

Comment here