Pojok

HUT Ke III Koma Progresif : Bersama Mendorong Persatuan Gerakan Muda Progresif Revolusioner

HUT III Koma 1 Oktober 2014Pada tanggal 1 Oktober 2014, bertepatan dengan peristiwa GESTOK/ G30S merupakan hari terbentuknya Organisasi Konsentrasi Mahasiswa Progresif (Koma Progresif ) Samarinda Kalimantan Timur. Dalam memperingati hari jadinya yang ketiga, Koma Progresif mengangkat tema “Bersama – sama Mendorong Persatuan Gerakan Muda Progresif Revolusioner”. Koma Progresif berupaya mengagas kembali persatuan kaum muda dan menyambungkannya dengan upaya pembangunan Organisasi Gerakan Muda yang Progresif secara Nasional yaitu Sentral Gerakan Muda Kerakyatan (SGMK), mengingat di 2 tahun terakhir terjadi penurunan eskalasi gerakan kaum muda disetiap daerah maupun diskala nasional.

Dan terlemparnya gerakan kaum muda hari ini kesemangat lokalitas semata dan cenderung anti pada pembangunan organisasi secara nasional, maka dirasa perlu membangkitkan semngat persatuan berskala nasional disetiap daerah. Adapun serangkaian acara di HUT ke tiga Koma Progresif, dimulai dengan acara “Diskusi Politik” tentang tragedi 65 dengan Tema “65 (bukan sekedar) Tragedi” dengan menghadirkan narasumber antara lain Ignasius Bernad Marbun (GMNI Samarinda), Herdiansyah Hamzah SH, LLM (Akademisi Unmul & Anggota KPO PRP Samarinda), Merah Johansyah Ismail (Koordinator Jatam Kaltim) dan Nalendro Priambodo (Ketua KPO PRP Samarinda).

Penghilangan hak secara paksa jutaan jiwa di negeri ini pasca 1 Oktober 1965 masih menyisakan misteri kebenaran yang belum terpecahkan dan banyak sekali pembelokan sejarah yang dilakukan oleh Negara melalui rezim orde baru Soeharto. Tragedi 30 September 1965 tentu tidak mudah kita lupakan, karena itu merupakan awal runtuhnya pemerintahan orde lama. Tapi dibalik peristiwa itu, sebetulnya ada hal yang tidak cukup banyak diketahui oleh masyarakat yaitu adanya pembantaian orang-orang yang diduga menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) termasuk para simpatisannya. Banyak sumber mengatakan bahwa lebih dari 500.000 orang menjadi korban pembantaian ini dengan alasan untuk memberantas komunisme.

Tentu ini sangat menyedihkan karena pembantaian orang tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun juga. Sampai sekarang proses hukum terhadap peristiwa ini, sama sekali tidak berhasil menunjukkan bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat memberi luka pada bangsa ini dan sulit untuk dihapuskan. Setelah acara diskusi selesai dilanjutkan dengan acara “Panggung Politik” dimana masing-masing perwakilan organisasi memberikan statmen politiknya mengenai peritiwa 65, gerakan kaum muda kekinian, ucapan kepada Koma Progresif, dan tugas kaum muda saat ini.

Setelah semuannya selesai acara berikutnya ialah Pemutaran Film “Jembatan Bacem”, Film ini diawali dengan sketsa gambar sungai yang dipenuhi mayat dan diiringi sebuah lagu berbahasa Jawa bercerita tentang penghilangan paksa sebagai tumbal kesejahteraan Negara. Sketsa selanjutnya mengambil setting awal situasi di Solo, Jawa Tengah pasca peristiwa 30 September 1965 dan penangkapan bagi mereka yang dituduh Komunis. Dokumenter “Jembatan Bacem” diambil dari ingatan kolektif warga dan dimana sering disebut jembatan yang menghubungkan Solo dengan Wonogiri menjadi situs pembunuhan.

Demikan serangkaian acara yang dihadiri oleh LMND, GMNI, PMII, Politik Rakyat, KP-FMK, PPMB (Persatuan Pemuda Muara Badak), JATAM KALTIM, HIMANEGA, BEM FISIP, dalam memperingati hari lahir dan juga sekaligus membicarakan dan mendiskusikan ulang Tragedi yang terjadi ditahun 65. Penting sekali membicarakan sejarah yang telah banyak dibelokkan oleh Negara ini. Ini juga merupakan upaya dalam pelurusan sejarah.

Desi Natalia Mebang, Ketua Kota Koma Progresif – SGMK.

Loading

Comment here