Perspektif

16 Tahun Reformasi Dan Masa Depan Gerakan Kiri Indonesia Bagian II

Enam Belas Tahun

Reformasi telah menghasilkan pembukaan ruang demokrasi di Indonesia. Ratusan jika bukan ribuan organisasi bermunculan diseluruh Indonesia. Disisi yang lain, mobilisasi massa menjadi satu hal yang umum dilakukan oleh rakyat untuk memperjuangkan haknya. Hampir setiap dari jutaan keresahan yang muncul di antara buruh, petani, pedagang kecil dan banyak lainnya diekspresikan dengan memobilisasi dirinya.

Namun setelah 16 tahun reformasi dalam bidang ekonomi yang dihasilkan adalah kemiskinan yang menggurita dan kesenjangan yang semakin lebar antara kaya dan miskin. Setengah lebih dari penduduk Indonesia akan masuk ke golongan miskin jika menggunakan standar pendapatan 12 ribuan sehari. Sementara itu seluruh harta benda dari 60 juta rakyat Indonesia sama dengan kekayaan 40 orang paling kaya di Indonesia. Empat puluh orang yang setiap tahun kekayaannya meningkat rata-rata 80 persen. Ini adalah kesenjangan sosial yang jauh lebih besar dari Thailand, Malaysia dan bahkan Singapura. Dalam bidang politik, meskipun kita telah menyingkirkan Soeharto, ruang demokrasi semakin lama semakin dipersempit. Rejim yang berkuasa tetap membiarkan kejahatan HAM tidak terselesaikan.

Disaat bersamaan terus menerus membiarkan kejahatan-kejahatan HAM yang baru terjadi. Peraturan hukum bermunculan yang semakin lama semakin membatasi rakyat untuk berorganisasi dan mengeluarkan pendapatnya. Militer juga masih bebas melakukan pembunuhan, bahkan bisa secara terbuka didukung seperti dalam Kasus Cebongan, dan semakin lama semakin dilibatkan dalam persoalan sosioekonomi dan politik, sebagai contoh untuk menghadang demonstrasi buruh.

Kondisi tersebutlah yang mendorong rakyat untuk terus menerus mencari jalan keluarnya. Disatu sisi memunculkan perkembangan gerakan buruh. Yang perjuangannya semakin militant dan radikal. Disisi lain juga berkembang kesadarannya, setidaknya bahwa perjuangan mereka harus masuk kepada perjuangan politik. Memang kita tidak bisa melebih-lebihkan bahwa perjuangan politik yang dimaksud adalah perjuangan sosialisme. Disisi lain juga menjadi menjadi basis bagi perkembangan kesadaran kelas menengah yang konservatif serta intoleran (Sumber : Kompas) Yang lebih memilih agar organisasi berhaluan kiri dilarang ketimbang kebebasan berideologi. Yang mendukung pelarangan Ahmadiyah ketimbang kebebasan beragama.

Bagaimana Kedepan?

Memaknai Perjuangan Reformasi dan Revolusi

Perjuangan reformasi 1998, merupakan perjuangan luar biasa yang dapat menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaan. Terutama dilancarkan oleh kaum muda, mahasiswa dengan senjata utamanya yaitu mobilisasi massa, yang dibangun sejak era 1980an. Kepada para pejuang tersebut kita tunjukan rasa hormat. Militansi, heroisme serta rasa rela berkorban mereka tetap harus kita pegang dan jadikan penyemangat bagi perjuangan kedepannya.

Demikian maka reformasi adalah hasil dari perjuangan rakyat dengan kaum radikal bukan para elit-elit politik yang sekarang berkuasa ataupun menjadi oposisi. Baik itu Megawati, Amin Rasis, Sultan dan tentu saja bukan hasil perjuangan dari Prabowo, Wiranto, ARB, Akbar Tanjung, JK, dsb. Reformasi bukanlah milik mereka yang sering dilabeli sebagai reformis gadungan (sebuah label yang sepertinya harus kita tinjau ulang secara kritis). Reformasi adalah konsensi yang diberikan oleh kelompok yang berkuasa sebagai akibat hebatnya perjuangan politik yang terjadi. Yang dapat mengancam keseluruhan struktur kekuasaan dari kelompok atau klas yang berkuasa. Reformasi adalah hasil sampingan dari perjuangan radikal dan revolusioner yang membuat kelompok yang berkuasa, kekuasaannya berada diambang kehancuran.

Dengan begitu disisi yang lain reformasi dalam esensinya memiliki keterbatasan. Hukum sejarah masyarakat menyaratkan bahwa masyarakat berkembang maju hanya dengan pergantian sistem ekonomi politiknya itulah esensi dari revolusi. Yaitu transfer kekuasaan Negara dari satu klas ke klas lainnya untuk membawa perubahan sepenuhnya dalam hubungan kepemilikan alat produksi. Revolusi bukanlah sekedar mengganti seorang presiden ataupun beserta kabinetnya ataupun mengganti faksi dari klas yang berkuasa dengan faksi yang lainnya.

Kapitalisme tidak dapat diperbaiki ataupun direformasi, semua kemiskinan, penindasan, diskriminasi, perang adalah akibat dari hukum gerak kapitalisme itu sendiri. Dimana dalam kapitalisme seluruh alat produksi, kemajuan umat manusia dikuasai oleh segelintir orang demi kepentingan akumulasi modalnya. Yang penghilangannya menuntut penghancuran sistem kapitalisme dan pembangunan sistem masyarakat yang baru. Dimana seluruh alat produksi dan kemajuan umat manusia berada didalam kontrol kaum buruh dan rakyat. Dengan begitu maka penggunaannya dapat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemajuan rakyat.

Namun itu bukan berarti bahwa kaum revolusioner tidak mau berurusan dengan perjuangan reformasi atau perjuangan demokratik. Tujuan utama kaum revolusioner mendukung perjuangan untuk reformasi adalah untuk membangun keyakinan massa bahwa mereka memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk melancarkan sebuah revolusi.

Ideologi Mereka Yang Berjuang

Reformasi 1998 yang gegap gempita dengan peningkatan luar biasa dalam mobilisasi kekuatan rakyat. Perjuangan reformasi dengan tuntutan utamanya pembukaan ruang demokrasi mendapatkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Perjuangan untuk pembukaan ruang demokrasi merupakan kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat.

Kesadaran yang berkembang mencerminkan pembangkangan, bertujuan untuk merebut kembali sesuatu yang telah dirampas. Wujud tindakannya lebih marah, lebih menyerang dan lebih militant serta konsisten dengan kebutuhan untuk berkonfrontasi di jalanan.
Demikian juga maka didalam gerakan radikal yang menuntut pembukaan ruang demokrasi itu sendiri sejatinya terdiri dari berbagai kecenderungan ideologi. Sebagai contoh borjuis radikal dan kaum sosialis sama-sama memiliki kepentingan dalam perjuangan membuka ruang demokrasi. Dalam perjuangan menuntut pembukaan ruang demokrasi berbagai kecenderungan tersebut bercampur aduk menjadi satu.

Perbedaan antara berbagai kecenderungan ideologis didalam gerakan radikal itu sendiri tidak dapat diklarifikasi lebih jelas dibawah Rejim Militer Soeharto. Hal ini terutama karena represi yang dialami oleh gerakan radikal. Hanya beberapa saat setelah deklarasinya, PRD sudah harus bergerak bawah tanah menghindari perburuan Rejim Militer Soeharto. Proses klarifikasi ideologi tersebut terjadi justru paska penggulingan Soeharto di 1998. Yang mengambil bentuk berbagai perpecahan dan pengelompokan ulang.

Para borjuis radikal yang melihat bahwa tugas utamanya adalah sebatas membuka ruang demokrasi, menghancurkan rejim militer soeharto melihat bahwa perjuangan sudah selesai ditahun 1998. “Perjuangan” dilanjutkan kemudian dengan masuk kedalam partai-partai borjuis untuk perebutan kekuasaan didalam demokrasi liberal.

Pasca 1998 PRD mengalami perpecahan dengan kemunculan PDS, kemudian hasil perpecahan tersebut melakukan pengelompokan ulang dengan kelompok yang lain dan membangun PRP. PRD sendiri kemudian pecah dan memunculkan PPR. PRP juga mengalami perpecahan dan muncul KPO-PRP. KPO-PRP dan PPR setahun yang lalu mencoba melakukan persatuan namun yang terjadi PPR pecah dan muncul Politik Rakyat.

Berbagai pengelompokan ulang dan perpecahan tersebut dipermukaan bisa saja terlihat karena persoalan-persoalan organisasional. Bahkan banyak yang menyebutkan bahwa ini persoalan tahan atau tidak tahan hidup menderita menjadi aktivis. Namun bagi kaum revolusioner, persoalan-persoalan organisasional memiliki landasannya dalam perspektif politik dan ideologi. Perspektif tersebut antara lain mengenai hubungan dengan borjuasi nasional, jalan mencapai sosialisme, pandangan terhadap persoalan perempuan dan perspektif terhadap partai revolusioner itu sendiri.

Kejelasan perspektif dan ideologi itu sendiri sangat penting bagi mereka yang menyatakan diri sebagai sebuah partai revolusioner. Yang hanya bisa menjadi lebih jelas dengan propaganda dan perdebatan. Demikian pula perspektif, ideologi serta tradisi yang ingin dibangunlah yang harus menjadi landasan kemungkinan persatuan antara kelompok-kelompok revolusioner kedepannya.

(Bersambung………)

Oleh : Ignatius Mahendra Kusumawardhana, Kontributor Arah Juang dan Anggota KPO-PRP.

Loading

Comment here