Pojok

Pernyataan Bersama Gerakan Demokrasi: Selamatkan Demokrasi dari Bahaya ‘Orde Baru’!

democracy

Selamatkan Demokrasi dari Bahaya ‘Orde Baru’!

Esok hari, 9 Juli 2014, rakyat Indonesia akan melakukan Pemilihan Presiden (Pilpres). Dalam momen Pilpres kali ini, kita menyaksikan dengan jelas bangkitnya kekuatan Orde Baru (Orba) yang direpresentasikan oleh calon presiden Prabowo Subianto. Prabowo adalah mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus dan merupakan menantu Presiden Soeharto yang pernah melakukan beberapa kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu yang terkenal adalah penculikan aktivis pada 1997-1998.

Kebangkitan kekuatan Orde Baru juga dapat dilihat dari isu-isu SARA dan komunis yang sering dilemparkan oleh kubu Prabowo. Dulu, rezim Orde Baru gemar memberi stigma komunis kepada setiap rakyat yang mempunyai daya kritis terhadap rezim. Agar kekuasaan nya bertahan lama, setiap organisasi dikontrol sedemikian rupa dan setiap perlawanan akan segera di cap sebagai ‘komunis’. Rezim Orde Baru juga gemar mengeksploitasi SARA untuk memecah-belah masyarakat. Misalnya, di satu sisi menerapkan diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa, tetapi di sisi lain, memberikan fasilitas kepada sejumlah pengusaha Tionghoa. Sehingga perbedaan kelas pada masa itu terdistorsi oleh rekayasa pembelahan rasial. Akibatnya, warga minoritas (seperti etnis Tionghoa dll) menjadi rentan terhadap kerusuhan berbasis SARA.

Tapi kita juga tidak melupakan serentetan nama Jendral yang melingkari Jokowi yang juga patut diwaspadai. Seperti kita ketahui, Jendral AM.Hedropiyono yang sekarang menjadi tim sukses JKW-JK adalah juga mantan Danrem Garuda Hitam Lampung yang terlibat dalam penghilangan ratusan nyawa rakyat dalam kasus Talang Sari. Kematian almarhum Munir juga diduga kuat merupakan operasi dari BIN yang saat itu dikepalai oleh Hendropiyono. Tidak lupa juga pada Sutiyoso yang pada saat peristiwa kudatuli menjabat sebagai Pangdam Jaya.

Sinyal yang paling kuat ditunjukkan oleh pernyataan dari Panglima TNI Moeldoko sendiri yang menghendaki transisi demokrasi selesai setelah Pemilu 2014 berlangsung. Ini adalah pernyataan politik yang sebenarnya tidak dapat dikeluarkan oleh tentara. Bukan hak TNI untuk mengevaluasi demokrasi dan reformasi! Disaat yang sama SBY sebagai presiden justru menunjukkan sikap yang serupa dengan membawa masuk kembali TNI dalam aspek-aspek ‘pengamanan’ sosial masyarakat, seperti hal nya didalam Pemilu nanti.

Berangkat dari kenyataan di atas, kami dari elemen-elemen gerakan demokrasi menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk bersama-sama menyelamatkan demokrasi dari bahaya Orde Baru. Langkah pertama yang harus diambil adalah menyelamatkan proses Pemilu dari KECURANGAN dan INTIMIDASI yang akan membawa ‘cacat’ pada aspirasi rakyat sebenarnya.

Selanjutnya, melawan kebangkitan Orde Baru dan penindasan lainnya memang tidak bisa diserahkan pada siapapun presiden yang nantinya terpilih. Mereka bukan dewa yang dapat melakukan segala kehendak rakyat! Oleh karena nya, menjadi sangat penting bagi rakyat untuk segera MEMPERSOLID dan MENYATUKAN DIRI, MEMBANGUN KEKUATAN dan POROSNYA SENDIRI!

Bagi sebagian rakyat yang sekarang terpecah dalam dua kubu, diserukan untuk lebih kritis dalam memberikan dukungan nya. Jangan mudah dibohongi dan diprovokasi oleh elit politik yang menggunakan momentum Pemilu ini bagi ajang perpecahan di kalangan rakyat sekaligus upaya mengembalikan gaya ‘Orde Baru’.

Jakarta, 8 Juli 2014

LMND, Kornas, SPRI, KPO-PRP, PPR, Pembebasan, SGBN, PRP, KSN, SBMI, Sebumi, RAG, Front Jak, Perpeni, Jaman, KP SGMK, SBTPI.

Loading

Comment here