Arab Saudi memiliki semua sifat buruk dari Negara kaya minyak dan tidak ada kebajikan dari sebuah Negara kaya minyak seperti Venezuela. Arab Saudi diperintah oleh kediktaktoran keluarga yang tidak mentoleransi oposisi dan dengan kejam menghukum pejuang hak asasi manusia dan mereka oposisi politik. Ratusan miliar dalam bentuk pendapatan minyak dikontrol oleh despotisme kerajaan dan mendanai investasi spekulatif diseluruh dunia. Elit yang berkuasa mengandalkan pembelian persenjataan Negara-negara Barat dan markas militer AS untuk perlindungan. Kekayaan dari bangsa yang produktif disedot untuk memperkaya konsumsi rakus dari keluarga Arab Saudi yang berkuasa. Elit berkuasa mendanai versi dari Islam yang paling fanatic, mundur, misoginis, “Wahhabi” sebuah sekte dari Islam Sunni.
Berhadapan dengan pertentangan internal dari mereka yang direpresi dan kelompok religius minoritas, kediktaktoran Arab Saudi menerima ancaman dan bahaya dari semua lini; luar negeri, sekular, nasionalis dan pemerintahan berkuasa Shiah; secara internal, kelompok nasionalis Sunni moderat, demokrat dan kelompok feminis; didalam klik kerajaan, kelompok tradisional dan kelompo pro modernisasi. Untuk menanggapi hal tersebut kediktaktoran Arab Saudi mengandalkan pendanaan, pelatihan dan mempersenjatai jaringan internasional teroris Islamis yang diarahkan untuk menyerang, menginvasi dan menghancurkan rejim-rejim yang menentang rejim diktaktor-klerik Arab Saudi.
Otak dibelakang jaringan terror Arab Saudi adalah Bandar bin Sultan, yang memiliki ikatan lama dan mendalam dengan pejabat-pejabat politik, militer dan intelijen AS. Bandar dilatih dan didoktrin di Pangkalan Udara Maxwell dan Johns Hopkins University dan menjabat sebagai Duta Besar Arab Saudi untuk AS selama lebih dari dua decade (1983-2005). Antara tahun 2005-2011 dia adalah Sekretaris Dewan Keamanan Nasional dan pada tahun 2012 ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Badan Intelijen Arab Saudi. Sebelumnya Bandar sangat terlibat dalam operasi teror bawah tanah bekerjasama dengan CIA. Diantara banyak “operasi kotornya” dengan CIA pada tahun 1980an, Bandar menggelontorkan uang sebesar 32 juta dollar ke Contra di Nikaragua yang terlibat dalam kampanye terror untuk menggulingkan pemerintah pemerintahan revolusioner Sandinista di Nikaragua. Selama masa jabatannya sebagai Duta Besar dia dengan aktif terlibat dalam melindungi para bangsawan Arab Saudi yang memiliki ikatan dengan pemboman 9 September 2001 terhadap Triple Towers dan Pentagon. Kecurigaan bahwa Bandar dan sekutunya didalam keluarga Bangsawan memiliki pengetahuan sebelumnya atas rencana pemboman oleh teroris Arab Saudi (11 dari 19 pelaku), terindikasikan dari penerbangan tiba-tiba para Bangsawan Arab Saudi segera setelah pengeboman 9 September 2001. Dokumen intelijen AS terkait dengan hubungan Arab Saudi-Bandar sedang dibawah peninjauan oleh Kongres.
Dengan pengalaman dan latihan yang banyak dalam menjalankan operasi teroris bawah tanah, yang didapatkan dari dua dekade kolaborasi dengan badan intelijen AS, Bandar berada dalam posisi untuk mengorganisir jaringan terror globalnya sendiri untuk mempertahankan monarki despotik Arab Saudi yang terisolasi membusuk dan rentan.
Jaringan Teror Bandar
Bandar bin Sultan telah merubah Arab Saudi dari rejim berbasiskan suku, yang hanya melihat kedalam negerinya dan sepenuhnya bergantung pada kekuatan militer AS untuk keberlangsungannya, menjadi pusat regional utama dari jaringan terror aktif, pendukung keuangan aktif dari kediktaktoran militer sayap kanan (Mesir) dan rejim klien (Yaman) dan tukang intervensi militer di daerah Teluk (Bahrain). Bandar telah mendanai dan mempersenjatai jaringan luas operasi terror bawah tanah, menggunakan afiliasi Islam dari Al Qaeda, sekte Wahhabi yang dikontrol Arab Saudi dan juga sejumlah besar kelompok Sunni bersenjata lainnya. Bandar adalah operator teroris “pragmatis”: menindas musuh rejim Al Qaeda di Arab Saudi dan mendanai teroris Al Qaeda di Irak, Syria, Afganistan dan diberbagai tempat. Sementara Bandar adalah aset jangka panjang dari kegiatan intelijen AS, baru-baru ini dia telah mengambil “jalan independen” dimana kepentingan regional dari Negara despotik menyimpang dari AS. Dengan nada yang sama, sementara Arab Saudi memiliki permusuhan lama terhadap Israel, Bandar telah mengembangkan “pemahaman rahasia” dan hubungan kerjasama dengan rejim Netanyahu, diatas permusuhan bersama mereka terhadap Iran dan secara khusus dalam oposisinya terhadap perjanjian interim antara rejim Obama-Rohani.
Bandar mengintervensi secara langsung atau melalui kaki tangan dalam membentuk ulang pengelompokan politik, mengoyang musuh-musuh dan memperkuat serta memperluas jangkauan politik dari kediktaktoran Arab Saudi dari Afrika Utara hingga Asia Selatan, dari Kaukus Rusia hingga Tanduk Afrika, kadang kala bersama dengan imperialisme Barat, dilain waktu mendorong aspirasi hegemonik Arab Saudi.
Afrika Utara : Tunisia, Maroko, Libia dan Mesir
Bandar telah menggelontorkan miliaran dollar untuk memperkuat rejim pro Islam sayap kanan di Tunisia dan Maroko, memastikan bahwa gerakan massa pro demokrasi akan ditindas, disingkirkan dan didemobilisasi. Ekstrimis Islam yang menerima dukungan dana Arab Saudi didorong untuk mendukung kelompok Islam “moderat” didalam pemerintahan dengan membunuh pemimpin demokratik sekuler dan pemimpin sosialis serikat buruh yang menjadi oposisi. Kebijakan Bandar sebagian besar sesuai dengan kebijakan AS dan Perancis di Tunisia dan Maroko; namun tidak di Libia dan Mesir.
Dukungan keuangan Arab Saudi untuk teroris Islamis dan afiliasi Al Qaeda melawan Presiden Libia Gadhafi sesuai dengan perang udara NATO. Namun perbedaan muncul setelahnya: rejim klien yang didukung NATO terdiri dari ekspat neolib berhadapan dengan Al Qaeda yang didukung Arab Saudi dan geng terror Islamis serta berbagai macam suku bersenjata dan perampok. Ekstrimis Islam yang didanai Bandar di Libia disewa untuk meluaskan operasi militer mereka ke Syiria, dimana rejim Arab Saudi telah mengorganisir operasi militer besar untuk menggulingan rejim Assad. Konflik internal antara NATO dan kelompok bersenjata Arab Saudi di Libia, meledak dan berakibat pada pembunuhan terhadap Duta Besar AS dan agen-agen CIA oleh kelompok Islamis di Benghazi. Setelah menggulingkan Gadhafi, Bandar sepenuhnya meninggalkan ketertarikan pada chaos dan banjir darah yang terjadi setelahnya akibat oleh agen-agen bersenjatanya. Mereka kemudian, menjadi swadana – merampok ban, menjarah minyak dan mengosongkan kas pemerintahan lokal – relatif “independen” dari Kontrol Bandar.
Di Mesir, Bandar mengembangkan, dengan berkoordinasi bersama Israel (namun untuk alasan yang berbeda), sebuah strategi perongrongan terhadap rejim Persaudaraan Muslim yang terpilih secara demokratis dan relatif independen dari Mohammed Morsi. Bandar dan kediktaktoran Arab Saudi mendukung secara financial kudeta militer dan kediktaktoran Jenderal Sisi. Strategi AS untuk membuat perjanjian pembagian kekuasaan antara Persaudaraan Muslim dan rejim Militer, menggabungkan legitimasi elektoral popular dan militer pro Israel-pro NATO disabotase. Dengan paket bantuan 15 miliar dollar dan janji lebih banyak lagi yang akan diberikan, Bandar menyediakan bagi militer Mesir garis kehidupan keuangan dan impunitas ekonomi dari setiap pembalasan keuangan internasional. Tidak ada yang menerima konsekwensi. Militer menghancurkan Persaudaraan, memenjara dan mengancam untuk mengeksekusi pemimpin terpilihnya. Militer melarang bagian oposisi liberal-kiri yang sebelumnya digunakan sebagai umpan meriam untuk membenarkan perebutan kekuasaannya. Dengan mendukung kudeta militer, Bandar menyingkirkan pesaingnya, rejim Islam yang terpilih secara demokratis yang berdiri dengan kontras dihadapan despotisme Arab Saudi. Dia mengamankan rejim diktaktor sepemikiran di negeri-negeri kunci Arab, meskipun pimpinan militer lebih secular, pro Barat, pro Israel dan kurang anti Assad ketimbang rejim Persaudaraan Muslim. Keberhasilan Bandar dalam memoles roda untuk kudeta Mesir mengamankan sekutu politik namun menghadapi masa depan yang tidak jelas.
Kebangkitan gerakan massa anti kediktaktoran baru juga akan menargetkan hubungan Arab Saudir. Apalagi Bandar melemahkan dan menghancurkan persatuan Negara-negara Teluk: Qatar telah mendanai rejim Morsi dan menghabiskan 5 miliar dollar yang telah diberikan juga ke rejim sebelumnya.
Jaringan terror Bandar paling terlihat jelas dalam pendanaan skala besar jangka panjang, mempersenjatai, melatih dan mentransportasikan puluhan ribu “sukarelawan” teroris Islam dari AS, Eropa, Timur Tengah, Kaukasus, Afrika Utara dan ditempat lainnya. Teroris Al Qaeda di Arab Saudi menjadi “martir Islam” di Syria. Puluhan geng bersenjata Islamik di Syiria bersaing untuk mendapatkan dana dan persenjataan Arab Saudi. Tempat-tempat pelatihan dengan instruktur AS dan Eropa serta pendanaan Arab Saudi didirikan di Yordania, Pakistan dan Turki. Bandar mendanai kelompok “pemberontak” bersenjata teroris Islam, Negara Islam Irak dan Levant, untuk operasi lintas perbatasan.
Dengan Hezbollah mendukung Assad, Bandar mengarahkan uang dan persenjataan ke Brigade Abdullah Azzam di Lebanon untuk membom Beirut Selatan, kedutaan Iran dan Tripoli. Bandar menyalurkan 3 miliar dollar untuk militer Lebanon dengan bayangan akan membangkitkan perang sipil baru antara militer Lebanon dan Hezbollah. Dengan berkoordinasi bersama Perancis dan AS, namun dengan pendanaan yang lebih besar serta kemungkinan yang lebih besar untuk merekruit teroris Islam, Bandar mengambil peran memimpin dan menjadi direktur utama dari serangan tiga front militer dan diplomatic terhadap Syria, Hezbollah dan Iran. Bagi Bandar, pengambilalihan Islamik atas Syria akan mengarah pada invasi Syria untuk mendukung Al Qaeda di Lebanon dalam rangka mengalahkan Hezbollah dengan harapan mengisolasi Iran. Teheran kemudian akan menjadi target serangan Arab Saudi-Israel-AS. Strategi Bandar lebih merupakan fantasi ketimbang kenyataan.
Bandar Menyimpang dari Washington : Serangan di Irak dan Iran
Arab Saudi telah menjadi sekutu yang sangat berguna namun terkadang diluar kendali bagi Washington. Ini terutama sejak Bandar menjabat sebagai kepala Intelijen: aset jangka panjang dari CIA dia juga, terkadang, mengambil tindakan sendiri untuk menagih “bantuan” atas jasanya, terutama ketika “bantuan” tersebut memperkuat kemajuannya didalam struktur kekuasaan Arab Saudi. Oleh karena itu misalnya, kemampuan dia untuk memastikan AWACs meskipun oposisi AIPAC telah memberikannya ketenaran. Seperti juga emampuan Bandar untuk menjamin kepergian beberapa ratus “bangsawan” Arab Saudi yang memilii hubungan dengan pembom 9/11, meskipun lockdown tingkat tinggi keamanan nasional setelah pemboman.
Sementara terdapat pelanggaran episodik dimasa lalu, Bandar terus bergerak pada penyimpangan serius dari kebijakan AS. Dia terus melaju, membangun jaringan terrornya sendiri, yang diarahkan untuk memaksimalkan hegemoni Arab Saudi – bahkan ketika hal itu bertentangan dengan kaki tangan, klien dan operasi bawah tanah AS.
Sementara AS berkomitmen untuk mendukung rejim sayap kanan Malicki di Irak, Bandar menyediakan dukungan politik, militer dan finansial untuk teroris Sunni “Negara Islam Irak dan Syria”. Ketika AS menegosiasikan “perjanjian interim” dengan Iran, Bandar menyuarakan oposisinya dan “membeli” duungan. Arab Saudi menandatangani miliaran dollar perjanjian persenjataan saat kedatangan Presiden Perancis Hollande, dengan imbalan sanksi yang lebih besar terhadap Iran. Bandar juga menyatakan dukungan untuk penggunaan Israel atas konfigurasi kekuatan Zionis untuk mempengaruhi Kongres, untuk mensabotase negosiasi dengan Iran.
Bandar telah bergerak melampaui ketertundukan awalnya pada para pengatur inteligen AS. Ikatan dekatnya dengan presiden dimasa lalu dan saat ini dari AS dan UE serta orang-orang politik yang berpengaruh telah mendorongnya untuk melancarkan “petualangan Kekuatan Besar”. Dia bertemu dengan Presiden Rusia Putin dan meyakinan dia untuk berhenti mendukung Syria, menawarkan sogokan atau represi: sebuah penjualan persenjataan multi miliar dollar untuk persetujuan dan ancaman untuk melepaskan teroris Chechnya agar mengganggu Olimpiade Sochi. Dia telah merubah Erdogan dari sekutu NATO mendukung lawan bersenjata “moderat” bagi Bashar Assad, menjadi mendukung “Negara Islam Irak dan Syria”, sebuah afiliasi teroris dari Al Qaeda, yang didukung Arab Saudi. Bandar telah “Mengabaikan” usaha “oportunis” Erdogan untuk membuat perjanjian minyak dengan Iran dan Irak, perjanjian militer yang terus berlanjut dengan NATO dan dukungannya dimasa lalu terhadap rejim Morsi yang telah mati di Mesir, dalam rangka mengamankan dukungan Erdogan untuk transit mudah bagi sejumlah besar teroris yang dilatih Arab Saudi menuju Syria dan kemungkinan Lebanon.
Bandar telah memperkuat ikatan dengan Taliban bersenjata di Afganistan dan Pakistan, mempersenjatai dan mendanai perlawanan bersenjata mereka melawan AS, dan juga menawarkan AS sebuah tempat untuk “kepergian yang dinegosiasikan”.
Bandar kemungkinan mendukung dan mempersenjatai teroris Uighur Muslim di Cina bagian barat dan teroris Chechnya dan Kaukasus di Rusia, bahkan saat Arab Saudi memperluas perjanjian minyaknya dengan Cina dan kerjasama dengan Gazprom milik Rusia.
Satu-satunya daerah dimana Arab Saudi telah melakukan intervensi militer langsung adalah di Negara Teluk, Bahrain, dimana tentara Arab Saudi menghancurkan gerakan pro demokrasi yang melawan kekuatan despotic lokal.
Bandar : Teror Global diatas Pondasi Domestik yang Meragukan
Bandar telah memulai perubahan luar biasa dalam kebijakan luar negeri Arab Saudi dan memperkuat pengaruh globalnya. Semua yang terburuk. Seperti Israel, ketika sebuah kekuatan reaksioner berkuasa dan menjungkirbalikan tatanan demokratik, Arab Saudi datang dengan kantung uang dollar untuk menopang rejim tersebut. Kapanpun jaringan terror Islam muncul untuk menumbangkan rejim nasionalis, secular atau Shia, mereka dapat mengandalkan pendanaan dan persenjataan Arab Saudi. Apa yang oleh beberapa ahli Barat gambarkan dengan halus sebagai “usaha lemah untuk meliberalisasi dan memodernisasi” rejim Arab Saudi yang terbelakang sebenarnya adalah peningkatan militer dari aktivitas teroris luar negerinya. Bandar menggunakan teknik terror modern untuk memaksakan model Arab Saudi atas tatanan reaksioner di rejim tetangga dekat dan jauh yang memiliki populasi Muslim.
Masalahnya adalah bahwa operasi “petualangan” luar negeri skala besar Bandar bertentangan dengan beberapa keluarga Bangsawan berkuasa yang memiliki gaya kepemimpinan “introspektif”. Mereka ingin dibiarkan mengumpulkan ratusan miliar sewa minyak, untuk berinvestasi dalam properti tingkat tinggi diseluruh dunia, dan untuk dengan diam-diam menggurui perempuan panggilan high end di Washington, London dan Beirut – sementara menjadi wali saleh dari Medinah, Mekah dan tempat-tempat suci lainnya. Sejauh ini Bandar belum mendapatkan tantangan, karena dia dengan berhati-hati memberikan penghormatannya pada monarki yang berkuasa dan lingkaran dalamnya. Dia telah membawa dan membeli perdana menteri-perdana menteri, presiden dan orang-orang terhormat dari Barat dan Timur ke Riyadh untuk membuat perjanjian dan memberi pujian untuk menyenangkan despot yang berkuasa. Namun perilaku mencemaskannya dalam operasi Al Qaeda, dorongannya pada ekstrimis Arab Saudi untuk pergi keluar negeri dan terlibat dalam perang teroris telah mengganggu lingkaran monarki. Mereka khawatir jika teroris yang dilatih, dipersenjatai dan diketahui didukung Arab Saudi – dijuluki sebagai “syuhada” – dapat kembali dari Syria, Rusia dan Irak dan emudian membom istana Raja. Lebih dari itu, rejim luar negeri yang menjadi target jaringan teroris Bandar dapat memberikkan balasan: Rusia atau Iran, Syria, Mesir, Pakistan, Irak dapat juga mendukung alat pembalasan mereka sendiri. Meskipun ratusan miliar digelontorkan untuk pembelian senjata, rejim Arab Saudi sangat rentan dalam semua tingkat. Diluar legion suu, elit miliarder memiliki sedikit dukungan popular dan bahkan lebih sedikit lagi legitimasi. Dia mengandalkan buruh migrant, “ahli” luar negeri dan kekuatan militer AS. Elit Arab Saudi juga dibenci oleh ulama Wahhabi yang paling religius karena mengijinkan “kafir” ditanah suci. Sementara Bandar mengembangkan kekuasaan Arab Saudi diluar negeri, pondasi domestic tatanan semakin sempit. Sementara dia menentang pembuat kebijakan AS di Syria, Iran dan Afganistan, rejim Arab Saudi tergantung pada Angkatan Udara AS dan Armada Ketujuh untuk melindunginya dari rejim bermusuhan yang terus tumbuh.
Bandar, dengan ego-nya, dapat percaya bahwa dia adalah “Saladin” membangun kerajaan Islam yang baru, namun pada kenyataannya, dengan melambaikan satu jari saja patron monarkinya dapat menyebabkan penyingkirannya dengan cepat. Telah terlalu banyak pemboman terhadap penduduk sipil yang provokatif oleh teroris Islam yang dikembangbiakannya dapat mengakibatkan krisis internasional yang membuat Arab Saudi menjadi sasaran hujatan dunia.
Kenyataannya, Bandar bin Sultan adalah anak didik dan penerus Bin Laden; dia telah memperdalam dan mensistimatisir terorisme global. Jaringan terror Bandar telah membunuh lebih banyak korban tidak bersalah ketimbang Bin Laden. Itu tentu saja sesuai dengan dugaan karena dia memiliki miliaran dollar dari keuangan Arab Saudi, pelatihan dari CIA dan jabat tangan dari Netanyahu! (IMK)
Oleh : James Petras.
(Diterjemahkan oleh Ignatius Mahendra Kusumawardhana dari The James Petras Website)
Renungan Seorang Anggota Keluarga Pejuang 1945. Semoga Bermanfaat. Aamiin.
Imperialisme / Kolonialisme Arab di Jalur Puncak Jawa Barat?
Oleh : Indra Ganie
Ada fenomena menarik untuk disimak anak bangsa, boleh dibilang Jalur Puncak Jawa Barat sedang dijajah bangsa Arab. Mungkin daerah lain akan menyusul. Ini ulangan sejarah.
Imperialisme / kolonialisme Arab telah berlangsung lama. Yang paling spektakuler terjadi pada abad-7, gerak maju mereka mencakup seantero wilayah dari Iberia (Eropa Barat) hinga Turkistan (Asia Tengah). Pesisir di Samudera Hindia dari Afrika Timur hingga Nusantara juga sempat lama mereka kuasai.
Kehadiran imperialisme / kolonialisme Barat sempat mendesak imperialisme / kolonialisme Arab, namun (pengaruh) imperialisme/ kolonialisme Arab tidak pernah sungguh-sungguh lenyap. Kadang kedua fihak berperang, kadang berdagang. Kadang bertanding, kadang bersanding. Ini juga terjadi di Nusantara.
Kini, abad-21 imperialisme / kolonialisme Arab bangkit kembali dengan jargon / kedok / bonceng “Kebangkitan Islam Abad-15 Hijriyyah – yang dicanangkan sejak 1400 H / 1980 M. Mereka berperan penting secara langsung maupun tidak langsung dengan kasus ekstrimisme, radikalisme, anarkisme, vandalisme dan terorisme di sejumlah negeri – termasuk NKRI.
Walau latar belakang sejarahnya telah lama saya kenal, namun (masih) cukup mengejutkan saya. Tak disangka ternyata berbagai berita terkait kawin kontrak dan prostitusi di Puncak ada lebih banyak dibanding yang saya duga. Dan telah berlangsung relatif cukup lama. Sekian lama saya mengenal imperialisme / kolonialisme Arab (hanya) hadir di pesisir Nusantara. Dan Jalur Puncak bukanlah pesisir, tapi pedalaman. Ternyata mereka telah merambah ke pedalaman.
Saya simak, bangsa ini sekian lama mengidap mental “Arab minded”. Apa yang dari Arab(i) mereka anggap Islam(i), apa yang dilakukan orang Arab dianggapnya halal – termasuk kawin kontrak dan prostitusi. Orang Indonesia diperlakukan seenaknya di Arabia, orang Arab diperlakukan enak di Indonesia. Arab hidup dicium tangannya, Arab mati dikeramatkan kuburnya.
Perlu dingat lagi, bahwa sejumlah agama, nabi, wahyu atau hal semacam itu – khususnya Nabi Muhammad SAAW dan al-Qur-an – itu hadir duluan di (dunia) Arab karena mereka (sangat) barbar. Asal muasal kejahatan manusia berasal dari (dunia) Arab / Semit / Asia Barat / Timur Tengah semisal sihir, syirik, sodomi, fir’aun (raja mengaku tuhan), Abu Jahal, Abu Lahab. Butuh nabi dan malaikat langsung hadir ke tengah mereka. Jika bangsa sebarbar Arab / Semit dapat dibina, maka in syaa Allaah bangsa-bangsa lain – termasuk bangsa Indonesia – relatif lebih mudah dibina.
Contoh gamblangnya, mereka gemar menumpahkan darah sejak zaman batu hingga kini, abad dua puluh satu – semisal kasus terorisme, anarkisme dan vandalisme. Simak yang terjadi semisal di Yaman, Suriah, ‘Iraq kini. Itu kisah lama. Yang tidak tahan, mengungsi keluar negeri – antara lain ke Nusantara. Kini, pengungsi terbanyak sedunia adalah bangsa Arab. Mereka kawin mawin dan beranak pinak di negeri rantau / asing.
Sekian waktu terakhir ini Eropa kerepotan kebanjiran pengungsi dari (dunia) Arab. Para teroris menysup atau berbaur dengan para pengungsi, hasilnya antara lain serangan teroris di Paris pada bulan November 2015.
Kembali ke inti masalah. Jalur Puncak adalah jalur bersejarah, terkait erat dengan sejarah perjuangan nasional Indonesia. Jalur tersebut termasuk “De Groote Post” (Jalan Raya Pos) yang dibangun dengan korban besar rakyat atas perintah Gubernur Jenderal Hermann Willem Daendels (1808-11). Ketika Revolusi Nasional Indonesia 1945, jalur tersebut termasuk medan perang yang minta korban warga dan pejuang melawan penjajah. Betapa memilukan dan memalukan jika jalur tersebut kembali dijajah asing, yaitu bangsa yang begitu banyak menumpahkan darah (terorisme) dan (maaf) menumpahkan lendir (perkosaan – ingat nasib TKW kita, kawin kontrak dan prostitusi). Dan suatu saat bukan mustahil kesepakatan atau norma kita sebagai bangsa / negara Indonesia akan hilang atau terganti dengan ideologi asing, yang belum tentu sesuai dengan STANDAR NASIONAL INDONESIA : PANCASILA, BHINNEKA TUNGGAL IKA, WAWASAN NUSANTARA, NKRI!
Semoga tulisan sederhana ini dapat mencerahkan semua anak bangsa di negeri ini.
Jagalah wilayah NKRI dari setiap bentuk imperialisme / kolonialisme!
Salam “MERDEKA” dari seorang anggota keluarga Pejuang 1945!
Indra Ganie – Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia