1 Maret 2014 telah jadi momentum bagi berkumpulnya sebagian elemen gerakan rakyat untuk mendiskusikan pemilu 2014 yang sebentar lagi akan tiba. Walau diakui cukup terlambat disaat partai-partai yang menjadi peserta pemilu telah meluncurkan banyak tipu muslihat nya, diskusi yang digagas Sekber Buruh ini tetap dihadiri oleh puluhan orang yang ingin menyatakan pandangan dan posisi nya terhadap pemilu. Dengan tema “Pemilu 2014: Pemilu Rakyat Atau Pemilu Borjuis?”, Sekber Buruh mencoba mengupas segi-segi pemilu yang bagi sebagian besar peserta tidak menjawab persoalan-persoalan rakyat.
Diskusi yang dipandu Ramses dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tersebut menghadirkan 5 orang pembicara yaitu Sultoni yang merupakan kordinator Sekber Buruh sekaligus mewakili Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO PRP), Adi dari Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI), Surya dari Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Abednego dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Marlo dari Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI).
Sebelum diskusi dimulai, Ibob dari Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (Sebumi) membacakan 2 buah puisinya yang menyinggung semua calon-calon yang akan maju dalam pemilu mendatang. Ibob juga memberikan poster-poster bertema Golput sebagai bahan-bahan yang siap dia perbanyak nantinya.
Sekitar tiga setengah jam berlangsung, para pembicara dan peserta diskusi sepertinya sudah memiliki pandangan yang hampir seragam tentang bahwa pemilu 2014 adalah pemilu nya para pemodal (borjuis) dan tidak adanya alternatif bagi rakyat. Namun beberapa pembicara maupun peserta mengakui terdapat kerumitan dari aspek-aspek yang ada dalam pemilu, sehingga harus memberi pola dan titik tekan tertentu pada cara melihat pemilu dan bagaimana harus merespon nya.
Adi misalnya, memberi tekanan pada beberapa calon yang berasal dari gerakan rakyat yang maju melalui partai-partai yang ada dengan alasan pembelajaran atau sekolah politik tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, tempat sekolah yang buruk akan menghasilkan produk yang buruk. Sedangkan Sultoni, selain menekankan pada kartel politik partai-partai yang bobrok dalam pemilu 2014 nanti, juga menyasar bagaimana rakyat tidak punya hak demokratis nya dalam mengontrol, mengevaluasi dan mencopot wakilnya ketika terpilih nanti. Ini alasan Sultoni untuk menyerukan agar tidak berkompromi kepada partai-partai pemodal sebagai landasan pembangunan partai alternatif.
Abednego sedikit berbeda. Walaupun tidak melihat pemilu 2014 sebagai sarana penyelesaian masalah rakyat dan perlu membawa aspirasi golput, dia menekankan bagaimana mengelola golput agar tidak menguntungkan calon-calon yang lebih buruk. Abednego juga melihat diperlukannya “gerakan tagih janji” bagi rakyat yang masih terilusi dengan janji dan program para calon. Sedangkan Surya, melihat gerakan alternatif perlu menitikberatkan serangan pada calon-calon yang tidak demokratis dan menyasar pendukung-pendukung nya bagi pembukaan ruang demokrasi yang lebih luas. Marlo yang berbicara terakhir seakan menutup pembicara-pembicara sebelumnya yang sudah mengatakan tentang perlunya menyertakan penolakan pemilu dengan seruan pembangunan partai alternatif. Bagi Marlo, perlu menantang setiap organisasi rakyat untuk membangun partai alternatif yang benar-benar lahir dari rakyat.
Diskusi lebih hangat saat seorang peserta dari Frontjak menekankan tentang perlu nya memunculkan figur-figur gerakan rakyat sebagai faktor yang mempercepat pembangunan partai alternatif pada massa luas. Hal ini pun mendapat tanggapan yang beragam tentang kaitan antara figur, program dan metode politik dalam pembangunan partai alternatif.
Bukan hanya itu. Dalam diskusi juga sempat hadir tawaran-tawaran kongkret yang akan dilakukan dalam Pemilu 9 April mendatang. Ada yang mengusulkan untuk datang dan mencoblos semua nya, ada yang mengusulkan mencoret kertas suara dengan program dan tuntutan kerakyatan, ada juga yang mengusulkan memasang bendera di rumah atau memasang poster di tiap TPS. Tentu nya diskusi tersebut tidak punya hak untuk memutuskan aspirasi yang berkembang.
Diakhir diskusi, seluruh peserta bersepakat untuk membangun komite bersama untuk merespon pemilu 2014 dengan gerakan alternatif. Dengan dorongan itu, moderator pun menyerahkan pada forum diskusi untuk melakukan rapat pembentukan komite bersama ini. Hasilnya, terbentuk lah Komite Politik Alternatif yang berencana melakukan gerakan nya dalam waktu dekat ini. (kbr)
Comment here