Kemarin, Senin 7 Oktober, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta tampak lebih ramai dari biasanya. Keramaian ini disebabkan adanya dukungan dan solidaritas dari puluhan buruh terhadap kasus yang menimpa rekan-rekan mereka. Sampai sekarang, solidaritas antar sesama buruh ternyata belum juga habis. Diketahui ada dua kasus yang disidangkan hari itu, selain kasus-kasus lain yang juga menimpa buruh orang per orang.
Pertama adalah kasus Luviana (dalam agenda kesaksian) yang digugat pihak Metro TV atas pencemaran nama baik perusahaan. Kasus ini sendiri tergolong unik. Selain karena gugatan seharusnya datang dari Luviana sendiri yang dipecat sepihak pada Juni 2012, tetapi penggugat sendiri juga adalah media yang sejak reformasi menggembar-gemborkan perihal kebebasan berpendapat.
Bahkan sebelumnya, pada Januari 2013, aksi Luviana bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Aliansi Metro sempat berujung pada pemukulan dan kekerasan yang dilakukan kader Partai Nasdem, partai besutan Surya Paloh, sang pemilik Metro TV itu. Parahnya lagi, pemecatan terhadap Luviana sendiri berawal dari usahanya bersama beberapa rekannya untuk mendirikan serikat pekerja di Metro TV. Ketika ditanyakan perihal kasus yang menimpanya, Luviana mengatakan awalnya tidak menduga usaha nya untuk membangun kesejahteraan pekerja dan ruang demokrasi di Metro TV harus menempuh jalan berliku. Namun dirinya mengatakan tetap bersemangat oleh karena dukungan dari rekan-rekan seperjuangan nya dalam aliansi. Dia pun tetap menuntut untuk dipekerjakan kembali sebagai jurnalis Metro TV karena menilai pemecatan terhadap dirinya melanggar peraturan.
Disaat yang sama, 36 buruh perempuan juga sedang berjuang memenangkan hak mereka yang dirampas oleh PT. Surya Pasific Sejahtera (SPS) dalam persidangan yang memasuki agenda kesimpulan. Diketahui, sejak terjadinya kebakaran di PT. SPS pada Februari 2012, perusahaan meninggalkan buruhnya begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban. Sedangkan perusahaan kembali beroperasi dengan merekrut tenaga kerja baru. Gugatan dilakukan setelah anjuran dari Disnaker diabaikan begitu saja oleh pengusaha.
Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Progresip ini mengeluhkan pihak perusahaan yang tidak punya niat baik untuk menjalankan peraturan perundang-undangan. Dari 15 kali persidangan, 3 kali perusahaan tidak menghadirinya, dan 2 kali terlambat sehingga sidang harus ditunda. Salah seorang buruh mengatakan, selain menuntut dipekerjakan kembali, mereka juga menuntut pembayaran upah selama proses perselisihan berlangsung.
Alang, yang menjadi kordinator solidaritas aksi mengatakan, umumnya kasus-kasus yang masuk di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) memang sangat rentan bagi kekalahan di pihak buruh. Bahkan ketika mendapat kemenangan pun eksekusi sering sulit dilakukan. Maka tak heran sebagian besar buruh sering menghindari jalan ini. Namun walau semakin mengetahui keberadaan hukum dan lembaga-lembaga nya hari ini tidak berada di pihaknya, buruh terkadang tidak punya jalan lain. “Selagi masih berjuang dan bersolidaritas, jalan apapun dapat kita tempuh”, begitu tutup Alang. (kbr)
sumber foto: jurnalismenggugat.blogspot.com
Comment here